Hubungan Internasional WHO

Hubungan Internasional WHO

Hubungan Internasional WHO

WHO (World Health Organization) adalah merupakan organisasi kesehatan dunia yang berada di bawah nauangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). WHO bekerja untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkulitas. Working for Help, (online), Hal ini belum dapat dicapai, dimana rumah sakit dan klinik tidak cukup untuk menampung jumlah pasien yang miskin, ditambah lagi terbatasnya persediaan peralatan kedokteran dan obat-obatan, serta kekurangan para pekerja kesehatan yang berkompeten untuk menanganan penyakit yang kritis dan kronis.

Pada beberapa daerah di belahan dunia, sebagian besar para pekerja kesehatan mengalami kematian yang diakibatkan oleh terjangkitnya mereka oleh penyakit yang sedang diderita oleh pasien yang ditanganinya, yang sedang diusahkannya untuk dicegah dan ditanggulangi penyebarannya. Dengan adanya keadaan ini WHO bekerjasama dengan negara-negara di dunia untuk membantu dan merencanakan serta mendidik dan melatih keterampilan personil medis agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan sesuai harapan.

Menurut Random House Unabridged Dictionary :
World Health Organization is an agency of the United  Nations, established in 1948, concerned with improving the health of the world's people
Nur  Yudha  Maisari  :  Kedudukan  Hukum  Seed  Vir erasal  Dari  Virus  Yang Dikirimkan Pemerintah Indonesia  Kepada  Who  Dan  Dipatenkan  Oleh  W  Asing  Di  Luar  Negeri Ditinjau  Dari Undang-and preventing or controlling communicable diseases on a worldwide basis through various technical projects and programs. Random House Unabridged Dictionary, (online), (www.randomhouse/inc/on/infoplease/ abbr/who/, diakses 2 November 2008).


Sejarah World Health Organization

World Health Organization (WHO) merupakan badan khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa berdiri pada tahun 1948 yang bermarkas besar di Geneva, Switzerland dan berdiri berdasarkan Konstitusi WHO tahun 1948.WHO Indonesia, (online), (http://www.who.or.id/ind/php/index.php, diakses 24 November 2008). WHO mengizinkan semua negara berdaulat untuk menjadi anggota penuh dari organisasi ini, sekalipun negara tersebut bukan anggota dari PBB. Selain itu WHO juga memperbolehkan wilayah yang tidak memiliki pemerintahan sendiri untuk menjadi anggota rekanan. Saat ini ada 193 negara anggota WHO.

Secara struktural, WHO berada di bawah Economic and Social Council (yang selanjutnya disebut Ecosoc). Ecosoc merupakan 1 (satu) dari 6 (enam) organ utama dari PBB yang memiliki perhatian kepada masalah perdagangan, transportasi, industri, pertumbuhan ekonomi, masalah sosial, termasuk masalah anak-anak, hak wanita dan kesetaraan gender, perumahan, diskriminasi hak, narkotika, dan pemuda. Ecosoc juga mengurusi masalah peningkatan pendidikan dan kesehatan.

Ada 54 (lima puluh empat) negara anggota Ecosoc. Dimana semua negara tersebut dipilih oleh Majelis Umum PBB setiap 3 (tiga) tahun sekali.United Nation, (online), (hhtp://www.un/ecosoc/ index.htm/, diakses 24 November Karena Ecosoc memiliki perhatian yang tertuju pada beragam aspek, maka dibutuhkan banyak badan khusus yang membantu untuk mencapai apa yang menjadi tanggung jawab dari organ PBB ini. Ada 16 (enam belas) badan khusus yang dibentuk yang masing-masing memiliki bentuk organisasi, sumber dana, dan anggota yang terpisah satu sama lain. Badan khusus ini adalah WHO (World Healt Organization), WMO (World Meteorogical Organization), FAO (Food and

Agriculture Organization), IMO (International Maritime Organization), IFAD (International Found for Agriculture Development), UNIDO (United Nation Industrial Development Organization), ITU (International telecommunication Union), UPU (Univesal Posting Union), IBRD (International Bank for Reconstuction and Development), IMF (International Monetery Fund), WIPO (World International Property Organization), ICAO (International Civil Aviation Organization), IDA (International Development Asosiation), UNESCO (United Nation    Eductional    Scientific   Organization),    IFC    (International  Finance Corporation), ILO(International Labor Organization).United Nations, What’ The United Nations?, (New York : UN Reproduction   Section), 1993, hal.14.  Setiap badan khusus  ini bekerja untuk mengatasi banyak masalah yang timbul di negara-negara berkembang sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Penyelenggaraan WHO dilakukan oleh World Health Assembly (Majelis Kesehatan Dunia yang selanjutnya disebut WHA). WHA terdiri dari perwakilan dari seluruh negara anggota. Dan WHA ini bersidang setiap 1 (satu) tahun sekali.

Sedangkan tanggung jawab pelaksanaannya dilakukan oleh suatu badan eksekutif yang dipilih oleh WHA.

Delegasi dari masing-masing negara anggota berkedudukan sebagai wakil  dari badan utama pengambil kebijakan WHO, yaitu WHA. Biasanya sidang WHA dilakukan pada bulan Mei setiap tahunnya. WHA memilih 34 orang sebagai badan anggota. Adapun kontribusi dana lainnya sebesar 70 % (persen) berasal dari negara pendonor, badan antar pemerintah, dan rekanan WHO, dan sumber- sumber lainnya yang bersifat tidak mengikat.

Fungsi dan Tujuan WHO

Di dalam kegiatan sebagai organisasi kesehatan dunia, WHO mengakui bahwa hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental dengan mengupayakan pengurangan tingkat kelahiran, dan kematian anak serta perkembangan anak yang sehat, melalui perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri dengan melakukan pencegahan, pengobatan, dan pengendalian segala penyakit menular, penyakit lain yang berhubungan dengan pekerjaan serta menciptakan kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan perhatian medis dalam hal sakitnya seseorang

WHO memberikan rekomendasi tindakan yang bersifat non teknis apabila terjadi sesuatu hal yang berpotensi membawa akibat besar secara global dari segi kesehatan. Hal ini termasuk di dalamnya bantuan dalam memberikan pelatihan personil medis dan berbagi pengetahuan tentang penyakit seperti influenza, malaria, smallpox virus, poliomyelitis, tuberculousis, penyakit akibat hubungan seksual,  Acquired  Immune  Deficiency  Syndrome  (AIDS),  dan  Severe     Acute

Respiratory Syndrome (SARS). Perhatian lain yang diberikan WHO termasuk  juga masalah kesehatan ibu dan anak, gizi, rencana pertumbuhan penduduk, lingkungan kesehatan, penyakit kronis, dan konsumsi rokok atau cerutu dan  segala hal yang berhubungan dengan masalah kesehatan.

Sedangkan untuk pelayanan teknis yang diberikan WHO meliputi pemberian standar untuk masalah biologis dan obat-obatan. Serta memberikan dan mengumpulkan informasi tentang wabah penyakit, dan penelitian internasional khusus atas penyakit yang disebabkan oleh kuman, virus dan parasit, serta penerbitan dan mempublikasikan pekerjaan ilmiah dan teknis.

Sebanyak dua milyar orang-orang di seluruh bumi menghadapi ancaman kesehatan tiap hari. Di lebih dari 45 negara-negara saat ini mengalami keadaan darurat sebagai dampak bencana alami, krisis ekonomi, ataupun konflik bersenjata. Teknologi Kesehatan dan Farmasi, (online), (http://www.who.or.id/ind/ourworks.asp?id=ow5, diakses 2 November 2008). 2008) Tindakan Kesehatan pada kelompok yang krisis ini dilakukan melalui hubungan kerjasama medis antara negara- negara anggota dan mitra lain untuk memperkecil tingkat kematian yang ditimbulkan. Apalagi terhadap keadaan krisis yang mengalami publikasi besar- besaran seperti Tsunami dan konflik yang berkelanjutan di Jalur Gaza, Palestina.

WHO berusaha untuk membantu pemerintah dan masyarakat di berbagai negara untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi seluruh keadaan krisis yang mungkin terjadi. Hal ini dilakukan dengan memastikan tindakan yang tepat dan efektif, serta memastikan bahwa sistem kesehatan lokal dapat berfungsi dengan baik untuk mengatasi efek dari keadaan yang dapat membahayakan keadaan kesehatan masyarakat.


Menurut Deklarasi WHO 1948 bahwa untuk mencapai sasaran dari pencapaian tingkat kesehatan tertinggi yang mungkin dicapai, WHO memiliki fungsi sebagai berikut : Article 2 Constitution Of The World Health Organization, Basic Documents, Forty-fifth edition Supplement, October 2006.
Bertindak, mengarahkan dan mengkoordinir kewenangan otoritas dalam upaya kesehatan internasional.
Menetapkan dan memelihara kerja sama dengan PBB, badan-badan khusus, administrasi kesehatan pemerintah, menggolongkan profesional dan organisasi lain yang dianggap sesuai.
Membantu Pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
Melengkapi bantuan teknis sesuai dalam keadaan darurat yang diperlukan untuk memenuhi permintaan bantuan dari pemerintah negara yang membutuhkan.
Menyediakan dan membantu dalam penyediakan barang dan jasa berdasar pada permintaan PBB, fasilitas dan jasa kesehatan kepada kelompok khusus, seperti  orang-orang di wilayah perwalian.
Menetapkan dan memelihara pelayanan teknis dan administratif sebagaimana dibutuhkan, termasuk epidemiological ( wabah) dan jasa statistik untuk merangsang dan membantu pekerjaan untuk membasmi wabah, endemic dan penyakit lain
Bekerjasama dengan badan-badan khusus lain jika perlu, untuk mencegahan terjadinya kerugian yang nyata terkait dengan kesehatan masyarakat dunia.
Mempromosikan kerjasama dengan badan-badan khusus lain jika perlu, untuk meningkatan tingkat gizi, perumahan, sanitasi (kesehatan), rekreasi, ekonomi.
Melakukan kerjasama dengan para peneliti dan kelompok profesional lainnya yang   berperan untuk kemajuan kesehatan.
Mengusulkan konvensi, peraturan, dan membuat rekomendasi tentang kesehatan internasional dan untuk melaksanakan kewajiban yang ditugaskan oleh Organisasi dan secara konsisten serta tepat sasaran.
Meningkatkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan anak untuk mengembangan kemampuan untuk hidup harmonis dalam mengubah lingkungan menuju standar kesehatan tertentu secara menyeluruh.
Membantu perkembangan kesehatan mental, terutama yang mempengaruhi keselarasan hubungan antar manusia.
Mempromosikan dan melakukan riset dalam bidang kesehatan.
Mempromosikan standar pelatihan dan pengajaran dalam kesehatan, medis, dan hubungan profesi
Menyampaikan laporan hasil kerjasama dengan badan khusus lain yang diperlukan, terkait dengan masalah administratif dan sosial yang mempengaruhi kesehatan publik dan perawatan medis dari pencegahan masalah kesehatan yang sedang berkembang, termasuk masalah  pelayanan rumah sakit dan pengamanan sosial.
Menyediakan informasi dan bantuan dalam bidang kesehatan
Meneliti dan meninjau kembali masalah penyebab kematian dan prihal kesehatan masyarakat.
Menstandarisasi prosedur diagnostik
Mengembangkan dan menetapkan standar internasional pada makanan, biologi, produk farmasi
Mengambil semua tindakan yang perlu untuk mencapai sasaran .



Paten Terhadap Produk Farmasi dalam Pandangan WHO

Pada awal abad ke-21, banyak orang yang tidak punya akses untuk memperoleh obat-obatan pokok. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari sepertiga penduduk dunia tidak punya akses untuk memperoleh obat-obat yang mereka perlukan. Di negara-negara berkembang, ada 10,3 juta anak di bawah usia lima tahun yang mati pada tahun 2005, dan 8,6 juta di antaranya seharusnya dapat dihindarkan kalau saja mereka yang terkena resiko ini memiliki akses untuk memperoleh obat-obatan. Direktorat Jenderal Organisasi Pengawasan Obat dan Makanan Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia, “PERJANJIAN TRIPs DAN BIDANG FARMASI, Laporan Lokakarya ASEAN mengenai Perjanjian TRIPs dan Dampaknya dalam Bidang Farmasi “. WHO Indonesia Jakarta 2-  4 Mei 2000, hal.10.

Adapun penyebabnya hal ini adalah faktor-faktor berikut:
Pengeluaran negara bagi pelayanan kesehatan secara umum terutama dalam hal obat-obatan tidak memadai dan semakin berkurang.
Asuransi kesehatan tidak ada atau cakupannya sangat terbatas.
Kebanyakan orang, terutama di negara-negara berkembang harus membayar sendiri biaya obat-obatan.
Obat-obatan pokok yang baru harganya mahal.
Sistem pasokan seringkali tidak dapat diandalkan dan buruk pengelolaannya, sehingga bisa menyebabkan kelangkaan atau terbuang percuma.

Sejarah WHO


Untuk menjamin akses untuk memperoleh obat-obatan pokok tergantung pada beberapa faktor, misalnya pemilihan obat-obatan yang dibolehkan masuk pasar, harga yang terjangkau, anggaran yang cukup dan berkelanjutan untuk  memperoleh obat-obatan dan layanan kesehatan dan sistem pasokan obat yang dapat diandalkan.

Harga hanyalah salah satu dari faktor-faktor yang menjamin akses untuk memperoleh obat-obatan pokok. Namun bagi negara-negara dan penduduk yang sumbernya terbatas, faktor ini sangat penting.

WHO mengakui bahwa paten atas barang produk farmasi akan merangsang riset dan pengembangan obat-obatan baru, tetapi juga memperhatikan bahwa prioritas riset cenderung untuk menanggapi permintaan pasar yang merupakan faktor ekonomis dari pada kebutuhan pengobatan. Dengan adanya dua sisi dari hal yang berlawanan ini, WHO memberikan pandangannya sebagai berikut: Karin Timmermans, “ Laporan Lokakarya ASEAN Mengenai Perjanjian TRIPS dan Obat Tradisional “. ASEAN Jakarta 13-15 Februari 2001. hal. 10.


1. Paten produk farmasi harus dikelola secara netral
Dengan diberikannya hak kekayaan intelektual terhadap produk farmasi berupa paten, terdapat kekhawatiran bahwa harga produk farmasi seperti obat- obatan akan mengalami kenaikan. Dengan adanya kenaikan harga akan mengurangi kemampuan golongan masyarakat ekonomi lemah terhadap akses obat-obatan. Padahal negara berkembanglah yang memiliki banyak kasus buruk terkait dengan kesehatan yang membutuhkan akses yang sebesar-besarnya    untuk mendapatkan pertolongan medis, terutama untuk hal yang paling ringan yaitu mendapatkan pasokan obat-obatan yang cukup.

Disamping kondisi di atas, produsen produk farmasi telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menemukan bahan penangkal dan penyembuh dari penyakit. Upaya penemuan tersebut dilakukan melalui penelitian dan pengembangan yang relatif lama.

Dengan adanya hal tersebut, menurut WHO harus adanya tujuan dan perlakuan seimbang yang didasarkan kepada rasa kemanusiaan antara produsen produk farmasi dengan masyarakat konsumen pengguna produk farmasi itu sendiri. Oleh sebab itu maka paten yang diberikan kepada produk farmasi haruslah dikelola secara netral dalam rangka melindungi kepentingan pemegang paten sekaligus berusaha melindungi kesehatan umum.

Terkait dengan pematenan produk farmasi, tindakan ini pertama kali diusulkan dalam Putaran Uruguay. Pada saat itu, kira-kira 50 negara tidak memberikan perlindungan paten bagi produk-produk farmasi, termasuk beberapa negara maju seperti Portugis dan Spanyol, serta banyak negera berkembang.I b i d., hal.13.

Yang mendasari pemikiran pematenan produk ini adalah isi Pasal 27 dalam TRIPs yang menyatakan bahwa paten harus diberikan dalam semua bidang teknologi tanpa kecuali, dan ini berarti sebuah perubahan signifikan bagi industri farmasi. Sebab tiba-tiba pemberian paten bagi produk-produk farmasi berlaku secara universal, karena semua negara anggota World Trade Organization (WTO) diwajibkan untuk memberlakukan peraturan ini pada hukum nasionalnya.

Negara-negara maju terus mendesak untuk dapat dipatenkannya produk farmasi dengan alasan bahwa perlindungan paten dalam semua bidang teknologi, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 27 TRIPs akan menimbulkan tiga dampak positif yang besar di negara-negara berkembang, yaitu akan ada lebih banyak investasi asing langsung ,akan mendorong alih teknologi, dan mendorong riset  dan pengembangan lokal.

Tetapi negara-negara berkembang ragu-ragu untuk mencakup bidang farmasi dalam perlindungan paten. Mereka menyadari bahwa produksi farmasi dulunya sangat terpusat di negara-negara maju. Lebih penting lagi, inovasi, yakni terhadap pengembangan entitas kimia baru, hampir seluruhnya dilakukan di negara-negara industri. Pada waktu itu, 96% dari dana riset dan pengembangan  di seluruh dunia ada di negara-negara maju dan hanya 4% ada di negara  berkembang, dan ini untuk semua bidang ilmu dan teknologi. Direktorat Jenderal Organisasi Pengawasan Obat dan Makanan Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia, Op.Cit., hal. 32.  Kenyataan ini  juga dihadapi oleh Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang tingkat kesadaran bahwa penelitian dan pengembangan yang dapat menghasilkan inovasi di bidang teknologi sangat rendah. Hal ini berdampak pada sedikitnya jumlah aplikasi paten yang diajukan ke Dirjen Haki Indonesia. Hal ini mungkin merupakan ketidaksejajaran yang paling dramatis dalam hubungan negara Timur dan Barat, karena terkait dengan kemampuan untuk menciptakan dan menerapkan pengetahuan baru di bidang teknologi dan keilmuan.

Selain  itu,  sejumlah  kajian  ekonomi Misalnya kajian yang dilakukan oleh World Bank.    menunjukkan bahwa  perlindungan paten bagi produk farmasi di negara-negara berkembang akan mengarah ke naiknya harga obat, naiknya royalti dan pembayaran keuntungan di luar negeri dan semakin meningkatnya penetrasi pasar oleh perusahaan asing. Akhirnya, bahkan pengalaman negara maju pun, seperti Italia, menimbulkan keraguan lebih jauh mengenai manfaat paten itu sendiri.

Selama hampir 3 (tiga) tahun, dari tahun 1986 sampai 1989, negara-negara berkembang menolak untuk merundingkan perjanjian mengenai negosiasi Putaran Uruguay tersebut.Kartadjoemena, H.S., 1997, GATT, WTO dan Hasil Uruguay Round, ( Jakarta : UI-Press),, 1997, hal.48. Namun akhirnya secara politis tidak mungkin lagi menghindarkan dimulainya pembahasan dan pembuatan draf Perjanjian tersebut.

Awalnya bagi negara-negara berkembang, ada manfaat yang diharapkan dari perundingan ini. Pertama, adanya pertukaran, yakni adanya kemungkinan bagi negara-negara berkembang untuk mendapatkan manfaat di bidang-bidang lain dari negosiasi Putaran Uruguay itu, misalnya akses ke pasar untuk produk tekstil dan pertanian. Tetapi kenyataannya, bagi kebanyakan negara berkembang nampaknya manfaatnya lebih sedikit dari yang diharapkan.


2. Dibutuhkannya investasi publik
Rekomendasi WHO selanjutnya terkait dengan pematenan produk farmasi adalah diperlukan investasi publik untuk menjamin pengembangan obat-obatan baru. Investasi publik ini dapat berupa pembangunan laboratorium, lembaga publikasi ilmiah di negara-negara berkembang. Dan ini akan memberi  keuntungan, sebab pembangunan investasi publik seperti ini membutuhkan dana yang tidak sedikit.

3. Pengembangan akses obat-obatan
Menurut WHO, dukungan terhadap segala langkah yang akan mengembangkan akses ke semua obat-obatan pokok harus diberikan. Termasuk di dalamnya mekanisme untuk mendorong persaingan, misalnya dengan menyediakan informasi mengenai harga bersaing, mendorong kebijakan umum, mengurangi pajak dan kenaikan harga, memperbolehkan impor paralel bagi obat- obatan pokok, memanfaatkan usaha perlindungan TRIPs (seperti dengan mewajibkan adanya lisensi dan pengecualian yang memfasilitasi pemasaran obat- obat generik), serta  penerapan equity pricing.

Equity pricing adalah sistem pemberian harga dimana si miskin tidak harus membeli dengan harga yang sama dengan mereka yang lebih kaya.Direktorat Jenderal Organisasi Pengawasan Obat dan Makanan Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia, Op.Cit., hal. 35.   Dengan demikian rasa takut negara-negara berkembang atas naiknya harga obat- obatan setelah adanya pematenan produk farmasi termasuk obat, tidak lagi mengkhawatirkan.

Terkait dengan hal ini, menurut pandangan WHO dalam konteks  globalisasi dan akses ke obat-obatan, WHO meminta dengan tegas bahwa akses  ke obat-obat pokok merupakan hak asasi manusia dan 

0 Response to "Hubungan Internasional WHO"

Post a Comment

Powered by Blogger.