Kliping Agama PENGERTIAN WAKAF

PENGERTIAN WAKAF
Kliping Agama PENGERTIAN WAKAF

  Wakaf merupakan salah satu ibadah kebendaan yang penting yang secara ekplisit tidak memiliki rujukan dalam kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, ulama telah melakukan identifikasi untuk mencari “induk kata” sebagai sandaran hukum. Hasil identifikasi mereka juga akhirnya melahirkan ragam nomenklatur wakaf yang dijelaskan pada bagian berikut.
       Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam al-Quran dan sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan bagian dari perintah untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti kebaikan). Dasarnya adalah firman Allah berikut :
وافعلوا الخير لعلكم تفلحون
...dan berbuatlah kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan”[1]
Imam Al-Baghawi menafsirkan bahwa peerintah untuk melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan silaturahmi, dan berakhlak yangbaik[2].     SementaraTaqiy al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasqi menafsirkan bahwa perintah untuk melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan wakaf.[3] Penafsiran menurut al-Dimasqi tersebut relevan (munasabah) dengan firman Allah tentang wasiyat.
كتب عليكم ادا حضر احدكم الموت ان ترك خير الوصية للوالدين والاقربين  بالمعروف حقا على المتقون[4]

              “Kamu diwajibkan berwasiat apabila sudah didatangi (tanda-tanda) kematian dan jika kamu meninggalkan harta yang banyak untuk ibu bapak dan karib kerabat dengan acara yang ma’ruf; (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang takwa.”
                     Dalam ayat tentang wasiat, kata al-khayr diartikan dengan harta benda. Oleh karena itu, perintah melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan ibadah bendawi. Dengan demikian, wakaf sebagai konsep ibadah kebendaan berakar pada al-khayr. Allah memerintahkan manusia untuk mengerjakannya.

       Menurut bahasa Wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertahan), altasbil  (tertawan) dan al-man’u (mencegah).[5] disebut pula dengan al-habs (al-ahbas, jamak). Secara bahasa, al-habs berarti al-sijn (penjara), diam, cegah, rintangan, halangan, “tahanan,” dan pengamanan. Gabungan kata ahbasa (al-habs) dengan al-mal (harta) berarti wakaf (ahbasa al-mal).[6]
       Penggunaa kata al-habs dengan arti wakaf terdapat dalam beberapa riwayat. Yaitu :
 Pertama, dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Ibn ‘Umar yang menjelaskan bahwa Umar Ibn al-Khatab datang kepada Nabi saw. Meminta petunjuk pemanfaatan tanah miliknya di Khaibar. Nabi saw. Bersabda:

ان شئت حبست اصلها وتصدقت بها
Bila engkau menghendaki, tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasinya (manfaatnya)!”[7]
Kedua, dalam hadits riwayat Ibn Abbas (yang dijadikan alasan hukum oleh Imam Abu Hanifah) dijelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda :
لاحبس عن فوائض الله[8]
“Harta yang sudah berkedudukan sebagai tirkah (harta pusaka) tidak lagi termasuk benda wakaf.”
       Dalam hadits dikatakan bahwa wakaf disebut dengan sedekah jariah (shadaqat jariyah) dan al-habs (harta yang pokoknya dikelola  dan hasilnya didermakan).[9] Oleh karena itu, nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab haditas dan fiqih tidak seragam.. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsuth, memberikan nomenklatur wakaf dengan Kitab al-waqf,[10] Imam Malik menuliskannya dengan nomenklatur Kitab Habs wa al-Shadaqat,[11] Imam al-Syafi’I dalam al-Umm memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas,[12] dan bahkan Imam Bukhari menyertakan hadits-hadits tentang wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya.[13] Oleh karena itu secara nomenklatur wakaf ddisebut dengan al-ahbas, shadaqat jariyat, dan al-waqf.
       Secara normative idiologis dan sosiologis perbedaan nomenklatur wakaf tersebut dapat dibenarkan, karena landasan normative perwakafan secara eksplisit tidak terdapat dalam al-Quran atau al-Sunna dan kondisi masyarakat pada waktu itu menuntut akan adanya hal tersebut. Oleh karena itu, wilayah Ijtihad dalam bidang wakaf lebih besar dari pada wilayah Tauqifi-Nya.
Ketiga, sebab nuzul (salah satu ayat) dalam surat an-nisaa’ dalam penjelasan Imam Syuraih adalah bahwa:
جاء محمد يبيع الحبس[14]
“Nabi Muhammad saw. menjual benda wakaf.”
Menurut Istilah, wakaf berarti :
حبس مال يمكن الانتفاع به  مع بقاء عينه يقطع التصرف فى رقبته على مصرف مباح موجد[15]

“Penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan desertai dengan kekal zat/benda dengan memutuskan (memotong) tasharruf (penggolongan) dalam penjagaannya atas Mushrif (pengelola) yang dibolehkan adanya.[16]

       Atas dasar sejumlah riwayat tersebut, nomenklatur wakaf dalam kitab-kitab hadits dan  fikih tidaklah seragam. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsut memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Wakaf, Imam al- Syafi’i dalam al-Um memberikan nomenklatur wakaf dengan al-Ahbas,[17] dn bahkan Imam Bukhari menyertakan hadits-hadits tentang  wakaf dengan nomenklatur Kitab al-Washaya.[18] Oleh karena itu, secara teknis, wakaf disebut dengan al-ahbas, shadaqah jariyah, dan al-wakaf
       Keragaman nomenklatur wakaf terjadi karena tidak ada kata wakaf yang eksplisit dalam Al-Quran dan hadits. Hal ini menunjukan bahwa wilayah ijtihad dalam bidang wakaf lebih besar dari pada wilayah tawqifi.
Ternyata menafkahkan harta yang kita cintai merupakan salah satu jalan sekaligus syarat untuk menyempurnakan semua kebajikan lain yang sudah, sedang, dan akan kita lakukan. Bisa jadi seseorang telah banyak berbuat baik. Tampaknya  dengan menafkahkan sebagian hak milik yang sangat dicintai untuk perjuangan di jalan Allah, barulah akan sampai kepada kebajikan/keshalehan yang sempurna.
       Sabab Nuzul ayat tersebutadalah, Seperti diterangkan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Buchori, Muslim, Tarmidzi, dan An-Nasa’i, yang diterima dari Anas bin Malik, Beliau menrangkan :
       Abu Tholhah diantara salah seorang Sahabat Nabi yang paling banyak memiliki kebun kurmanya di Madinah, salah satunya kebun kurma Bairuha, kebun tersebut berhadapan dengan Masjid tempat Nabi sembahyang dan Nabi sering keluar masuk memakan kurma tersebut dan meminum airnya yang harum.
       Ketika turun ayat tersebut (Ali Imran : 92)  Tholhah langsung mendatangi Rasull lalu ia berkata, :Ya Rasulullah, sesungguhnya kekayaan yang sangat kucintai yaitu kebun kurma Bairuha, karena ada perintah dari Allah melalui ayat tadi, kusedekahkan bairuha ini kepadamu Ya Rasulullah.
       Mendengar ucapan Abu Tholhah, Rasulullah berkata, wahai Tholhah sungguh engkau beruntung, kebun kurma itu membawa keberuntungan, kalau begitu alangkah baiknya disedekahkan kebun kurma itu kepada karib kerabatmu. Timpal Abu Tholhah, ya Rasulullah akan kusedekahkan harta itu sesuai dengan petunjukmu Ya Rasulullah.
       Kemudian dalam Riwayat Abi Hatim dari Muhammad bin Al-Munkodir, beliau berkata, bahwa ketika turun ayat Ali Imran ke 92, datang sahabat Zaid bin Haritsyah membawa seekor kuda yang bernama Sibul, Zaid tidak memiliki lagi kekayaan lain selain kuda itu.
       Beliau berkata, Ya Rasulullah saya datang akan menyerahkan kuda ini untuk kepentingan agama, Rasull menjawab “Aku menerima sedekahmu” wahai Zaid.
       Selanjutnya oleh Rasulullah ditunggangkan diatas punggung kuda itu Usamah bin Zaid anaknya Zaid, lantas Rasull melihat muka Zaid agak muram masih merasa berat hati melepaskan kuda kesayangannya.
Namun Rasulullah melanjutkan perkataannya. Sesungguhnya Allah telah menerima sedekah engakau Zaid.
     Pemahaman konteks atas ajaran wakaf juga diambilkan dari beberapa hadits Nabi yang menyinggung masalah shadaqah jariyah, yaitu :

عن ابى هريرة  ان رسول الله صلى عليه و سلم قال : ادا مات ابن ادم انقطع عمله الا من ثلث صدقة جارية  او علم ينتفع به او ولد صالح يدعوله  (رواه مسلم )
Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “Apabila anak Adam (manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara:
Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”. (HR. Muslim)
Penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikataakan asuk dalam pemebahasan wakaf, seperti yang diuangkapkan seorang Imam
دكره باب الوقف لانه فسر العلماء الصدقة الجارية بالوقف
Hadit tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan wakaf[21].

Hadits Nabi yang secara tegas menyinggung dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar :
عن ابن عمر رضى الله عنهما ان عمر بن الخطاب اصاب ارضا بخيبر  فئاتى النبي صلى الله عليه وسلم يستئامره فيها  فقال : يا رسول الله انى اصبت ارضا بخيبر لم اصب  مالا قط انفس عندى منه  فما تئامرنى به  قال : ان شئت حبست اصلها فتصدقت بها عمر انه لا يباع ولا يوهب  ولا يرث  وتصدق بها فى الفقراء وفى القربى وفى الرقاب  وفى سبيل الله وابن السبيل والضيف لاجناح على من وليها ان ياكل منها با المعرف ويطعم غير متمول  (رواه مسلم )
Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar Ra. Memperoleh sebidang tanah d Khaibar kemudian menghadap kepada Rasulullah untukm memohon petunjuk Umar berkata : Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) ntanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi  yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta (HR. Muslim).

Pada sabda Nabi yang lainnya disebutkan :
عن ابن عمر قال : قال عمر للنبي صلى الله عليه وسلم  ان مائة سهم لى بخيبر لم اصب مالا قط اعجب الي منها قد اردت ان اتصدق بها  فقال النبي صلعم : احبس اصلها وسبل ثمرتها  (رواه ألبخارى و مسلم
Dari Ibnu Umar, ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi Saw, saya mempunyai  seratus dirham saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw mengatakan kepada Umar : Tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah” (H.R. Bukhari dan Muslim).
       Bertitik tolak dari beberapa ayat al-Quran dan hadits Nabi yang menyinggung tentang akaf tersebut nampak tidak terlalu tegas. Karena itu sedikit sekali hukum-hukum wakaf yang diterapkan berdasarkan kedua sumber tersebut. Sehingga ajaran wakaf ini diletakan pada wilayah yang bersifat ijtihadi, bukan ta’abudi, khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis wakaf, syarat, peruntukan dan lain-lain.
       Meskipun demikian, ayat al-Quran dan Sunnah yang sedikit itu mampu menjadi pedoman para ahli fikih Islam. Sejak masa Khulafaur Rasyidun sampai sekarang, dalam membahas dan mengembangkan hukum-hukum wakaf dengan menggunakan metode penggalian hukum (ijtihad) mereka. Sebab itu sebagian besar hukum-hukum wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad seperti qiyas, maslahah mursalah dan lain-lain.
       Oleh karenanya, ketika suatu hukum (ajaran) Islam yang masuk dalam wilayah ijtihadi, maka hal tersebut menjadi sangat fleksibel, terbuka terhadap penafsiran-penafsiran baru, dinamis, fururistik dan berorientasi pada masa depan. Sehingga dengan demikian, ditinjau dari aspek ajaran saja, wakaf merupakan sebuah potensi yang cukup besar untuk bisa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan zaman. Apalagi ajaran wakaf ini termasuk bagian dari muamalah yang memiliki jangkauan yang sangat luas, khususnya dalam pengembangan ekonomi lemah.
       Memang, bila ditijau dari kekuatan sandaan hukum yang dimiliki, ajaran wakaf merupakan ajaran yang bersifrat anjuran (sunnah), namun kekuatan yang dimiliki sesungguhnya begitu besar sebagai tonggak menjalankan roda kesejahteraan masyarakat banyak. Sehingga dengan demikian, ajaran wakaf yang masuk dalam wilayah ijtihadi, dengan sendirinya menjadi pendukung non manajerial yang bisa dikembangkan pengelolaannya secara optimal


KESIMPULAN
1.      Wakaf menahan dzat/benda dan membiarkan nilai manfaatnya demi mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala.
2.       Merupakan ibadah kebendaan yang secara tekstualitas tidak ditemukan ayat nya di dalam al-Quran, kecuali ada beberapa hadist Nabi yang  secara eksplisit memberikan kepastian tentang hukum wakaf.
3.      Wakaf adalah amalan yang disunnahkan, teermasuk jenis sedekah yang paling utama yang dianjurkan Allah dan termasuk bentuk taqarrub yang ermulia, serta merupakan bentuk kebaikan dan ihsan yang terluas serta banyak manfaatnya.
4.      Wakaf merupakan amal yang tidak pernah terputus, meski orang yang memberikan wakaf sudah meninggal dunia.
5.      Wakaf ditentukan peruntukannya, seperti untuk sarana peribatan seperti;  masjid, langgar, mushala, yayasan pendidikan, yayasan panti jompo dan untuk sarana peribadatan sosial lainnya.
6.      Disyariatkan harta yang diwakafkan bermanfaat secara langgeng seperti gedung, hewan, kebun, senjata, perabot dan yang berkembang sekarang adalah wakaf uang tunai, dan wakaf hak kekayaan intelektual.
7.      Pensyariatan wakaf adalah hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, “Umar memperoleh tanah Khaibar, Kemudian mendatangi Nabi SAW Seraya berkata, Saya memperoleh tanah yang tidak pernah saya dapatkan harta yang lebih berharga darinya, Lalu apa yang engkau perintahakan kepada saya? Nabi SAW bersabda, Jika berkenan, kamu dapat menahan (menafkahkan) pokoknya dan bersedekah dengannya. Kemudian Umar bersedekah agar tanah tersebut tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan, tapi hanya untuk fakir miskin, kerabat, budak-budak, orang yang dijalan Allah, para tamu dan ibnu sabil. Sehingga orang yang mengurusnya tidak berdosa mengambil makan darinya dengan cara yang baik atau memberikan makan kepada semua yang tidak mempunyai harta.



0 Response to "Kliping Agama PENGERTIAN WAKAF"

Post a Comment

Powered by Blogger.