Melody
Grace Natalie dan Mariska Grace
Mereka adalah
anak bangsa yang mengikuti dalam ajang International Conference of Young
Scientists (ICYS) 2013 yang diselenggarakan pada 15-22 April 2013 di Sanur,
Denpasar, Bali. Pada ajang bergengsi untuk ilmuwan muda tersebut, Indonesia
berhasil meraih lima medali yang terdiri dari dua medali emas, satu perak dan
dua perunggu, serta tiga Special Awards. Melody Grace Natalie (Stella Duce
I Yogyakarta) berhasil meraih medali emas dalam kategori Life Science dengan
penelitiannya yang berjudul Potential of Squid Eye Lenses as UV Absorber. Karya
ilmiah yang diusungnya ini mengenai pemanfaatan mata cumi-cumi untuk melindungi
kulit dari bahaya sinar ultraviolet. Sedangkan, Mariska Grace (SMAK Cita Hati)
yang sama-sama meraih medali emas berhasil menjadi pemenang dalam kategori
Environmental Science melalui penelitiannya yang berjudul A Novel Approach in
Using Peanut Shella to Eliminate Copper Content in Water, dengan memanfaatkan
kulit kacang untuk mengurangi kadar ion tembaga di dalam air. “Saya
membuat sun block yang bisa dibuat simpel oleh nelayan, sehingga
nelayan bisa terhindar dari kanker kulit,” ujar Melody Grace saat menjelaskan
hasil penelitiannya.
Srihanik
Dilahirkan dengan keterbatasan kemampuan
mendengar serta berbicara, tidak membuat Srihanik (17) berputus asa dalam
menggapai prestasi. Karena kegigihannya itu, remaja asal Dusun Becek, Desa
Kalirong, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menjuarai lomba
Desain Grafis Sekolah Luar Biasa tingkat Provinsi Jawa Timur. Dalam perlombaan
Pendidikan Keterampilan yang digelar di Surabaya, 23-25 Juli 2011 lalu itu,
siswi yang duduk dikelas VIII SLB Dharma Wanita, Kecamatan Grogol, Kabupaten
Kediri tersebut menyisihkan 19 peserta utusan daerah lain se-Jawa Timur. Ia
berhasil menggondol juara pertama dengan mengusung pembuatan poster serta
pembuatan website beserta desainnya. Dalam website yang mengantarkannya sebagai
pemenang itu, ia mengambil tema Bahaya Narkoba. “Hingga pemenang diumumkan, saya
tidak menyadarinya. Sampai saya diberitahu untuk maju ke panggung. Saat
menerima piala itu, saya baru menangis haru,” ujar Srihanik sebagaimana
diartikan oleh Nanda, guru pembimbing desain, Rabu (27/7/2011). Sementara itu,
Nanda menuturkan, sebelum berlomba di tingkat provinsi, Srihanik mengikuti
seleksi antar SLB tingkat Kabupaten Kediri yang digelar di Kecamatan Gurah pada
18 Juli lalu. Saat itu, lanjut Nanda, putri pasangan Tukiman dan Sulastri, sama
sekali belum mengenal komputer, apalagi desain grafis. “Namun karena
kecerdasannya, dalam waktu dua hari saja belajar, dia sudah mampu menyerap
materi dengan baik,” bangga Nanda. Dengan prestasi gemilangnya itu, Nanda
menambahkan, Srihanik otomatis berhak mewakili Jawa Timur dalam lomba serupa
tingkat Nasional yang akan digelar sekitar September nanti. “Saat ini kami
bersiap untuk event nasional itu,” pungkas Nanda. Sebelumnya, Srihanik sempat
dilarang bersekolah oleh keluarganya. Sebab, selain kondisinya yang mengalami
tuna rungu tuna wicara itu, keluarganya juga hidup dalam keterbatasan ekonomi.
Bapaknya, Tukiman, hanya berprofesi sebagai pedagang kerupuk sambal di Pasar
Tradisional Pesantren, Kota Kediri.
Ayu Lestari, Nurina Zahra, dan Elizabeth Widya
Tiga
sahabat asal SMAN 6 Yogyakarta menemukan alat penyaring sampah yang bisa
dipasang di saluran air dan sungai. Temuan Ayu Lestari, Nurina Zahra, dan
Elizabeth Widya ini meraih medali emas dalam ajang penemu muda internasional.
Alat yang dimaksud adalah prototipe berukuran 50 x 30 cm berwarna perak. Di
sisi mulut alat yang diberi nama Thundershot ini terdapat baling-baling
vertikal yang mampu menarik arus. Di sisi pangkalnya terdapat sabuk berputar
yang dipasang plat menyerupai sekop. “Alat ini menarik sampah, mengangkatnya,
lalu terkumpul di bak penampung yang ada di bagian paling belakangnya,” ujar
Nurina.
Safita Dwi Tyasputri
pelajar Sampoerna Academy Campus meraih penghargaan dalam ajang penemu
muda internasional. Safira menemukan canting batik otomatis. Awal membatik
Safira menemui kendala karena malam yang dituangkan oleh cantingnya cepat
membeku. Alhasil ia mendapatkan inspirasi membuat canting batik otomatis yang
mampu menjaga suhu malam di canting. Lalu, dia menambahkan pemanas agar malam
bisa tetap cair. Variabel resistor juga dimasukkan untuk mengatur suhu.
Termometer untuk mengecek suhu juga dipasang. Safira meyakini temuannya mampu
menghemat energi pembakaran malam pada kerajinan batik. Ia pun menuai respons
positif dalam ajang penemu muda.
Wisnu
Wisnu, pelajar SMA Taruna
Nusantara, Magelang, Jawa Tengah, mampu mencuri perhatian dunia internasional
sebagai penemu muda. Temuannya adalah detektor telur busuk yang dilengkapi
sensor. Wisnu membuat senter yang dilengkapi sensor cahaya dan kalibrator. Bila
cahaya tembus, maka akan menyala lampu hijau. Bila gelap, lampu akan menyala
merah dan berbunyi. Antusias para pengunjung cukup tinggi atas temuan Wisnu
ini. Temuannya juga sampai mendapatkan perhatian dari para penggiat industri
yang hendak membeli hak ciptanya. “Ada yang minta kontak saya, menanyakan alat
saya dijual berapa ringgit. Ada juga yang mengatakan kalau bisa alat ini dibuat
otomatis,” ujar Wisnu. Ia pun berencana mengembangkan alat serupa yang telah
menggunakan karet roda, sehingga telur-telur tersebut secara otomatis berjalan
ke arah sensor dan dipisahkan oleh lengan mekanik, antara yang busuk dan yang
tidak. Wisnu adalah peserta penemu muda terbaik di antara 64 prototipe dari 13
negara yang ikut dalam ajang ini. Ia mendapatkan medali emas dan piala The Best
Innovation, sebagai penghargaan tertinggi di acara tersebut.
0 Response to "Artikel Remaja Berprestasi di Indonesia"
Post a Comment