Sunan Giri
PENDAHULUAN
Dalam
belantara pengetahuan, sejarah menempati posisi yang penting dan signifikan.
Sejarah boleh dikatakan sebagai mother of knowledge. Berangkat dari
sejarah, pengetahuan dapat digali dan dikaji dengan demi kebaikan peradaban
pada era yang akan datang. Proses memahami dalam kajian sejarah harus dibarengi
pula dengan pendekatan dan metodologi yang memadai, karena jika tidak demikian
wajah sejarah tidak lagi indah untuk dinikmati, tetapi sejarah berwajah garang
karena akan diperas untuk tendensi sebuah kelompok. Oleh karena itu,
menempatkan sejarah sebagai ruang yang bersih, objektif, dan bebas tendensi
harus dilalui dengan pendekatan, metodologi yang ilmiah, dan akademik, sehingga
kebenarannya dapat dipertanggung-jawabkan.
Salah satu kekayaan sejarah pada perdaban masa lalu ialah tentang wali yang
menyebarkan agama islam di tanah jawa yang sering kita kenal dengan sebutan
walisaga. Dan dalam makalah ini kami akan membahas tentang biografi singkat
salah satu wali yakni Sunan Giri. Kita mengenal bagaimana sepak terjang
beliau dalam berdakwah ditanah jawa hingga ekspansinya kepelosok-pelosok
nusantara. Makalah ini akan dibahas tentang siapa Sunan Giri? Dimana beliau
menuntut ilmu? Bagaimana ekspansi ajaran agama islam hingga ke seluruh nusantara?
dan lain-lain.
Kisah
penyebaran agama Islam di tanah jawa secara besar-besaran ini mengandung rasa
kekaguman semua pihak, baik dari kalangan Islam sendiri maupun dari kalangan
pemeluk agama lain. Persebaran islam ditanah jawa tidak lepas dari campur
tangan walisongo sehingga pada masa sekarang ini islam menguasai mayoritas
penduduk.
PEMBAHASAN
A. SEJARAH LAHIRNYA SUNAN GIRI
Kisah Sunan Giri bermula ketika Maulana Ishak tertarik
mengunjungi Jawa Timur, karena ingin menyebarkan agama Islam. Setelah bertemu
dengan Sunan Ampel, yang masih sepupunya, ia disarankan berdakwah di daerah
Blambangan (sekarang Banyuwangi). Ketika itu, masyarakat Blambangan sedang
tertimpa wabah penyakit. Bahkan putri Raja Blambangan, Dewi Sekardadu, ikut
terjangkit. Semua tabib tersohor tidak berhasil mengobatinya.
Akhirnya raja mengumumkan sayembara siapa yang berhasil
mengobati sang Dewi, bila laki-laki akan dijodohkan dengannya, bila perempuan dijadikan
saudara angkat sang dewi. Tapi, tak ada seorang pun yang sanggup memenangkan
sayembara itu. Di tengah keputusasaan, sang prabu mengutus Patih Bajul Sengara
mencari pertapa sakti.
Dalam pencarian itu, patih sempat bertemu dengan seorang
pertapa sakti Resi Kandayana namanya. Resi inilah yang memberi ''referensi''
tentang Syekh Maulana Ishak. Rupanya, Maulana Ishak mau mengobati Dewi
Sekardadu kalau Prabu Menak Sembuyu dan keluarganya bersedia masuk Islam.
Setelah Dewi Sekardadu sembuh, syarat Maulana Ishak pun dipenuhi.
Seluruh keluarga raja memeluk agama Islam. Setelah itu, Dewa
Sekardadu dinikahkan dengan Maulana Ishak. Sayangnya, Prabu Menak Sembuyu tidak
sepenuh hati menjadi seorang muslim. Ia malah iri menyaksikan Maulana Ishak
berhasil mengislamkan sebagian besar rakyatnya. Ia berusaha menghalangi syiar
Islam, bahkan mengutus orang kepercayaannya untuk membunuh Maulana Ishak.
Merasa jiwanya terancam, Maulana Ishak akhirnya meninggalkan
Blambangan, dan kembali ke Pasai. Sebelum berangkat, ia hanya berpesan kepada
Dewi Sekardadu yang sedang mengandung tujuh bulan agar anaknya diberi nama
Raden Paku. Setelah bayi laki-laki itu lahir, Prabu Menak Sembuyu melampiaskan
kebenciannya kepada anak Maulana Ishak dengan membuangnya ke laut dalam sebuah
peti.
Alkisah, peti tersebut ditemukan oleh awak kapal dagang dari
Gresik, yang sedang menuju Pulau Bali. Bayi itu lalu diserahkan kepada Nyai
Ageng Pinatih, pemilik kapal tersebut. Sejak itu bayi laki-laki yang kemudian
dinamai Joko Samudro itu diasuh dan dibesarkannya. Menginjak usia tujuh tahun,
Joko Samudro dititipkan di padepokan Sunan Ampel, untuk belajar agama Islam.
Karena kecerdasannya, anak itu diberi gelar ''Maulana `Ainul
Yaqin''. Setelah bertahun-tahun belajar, Joko Samudro dan putranya, Raden Maulana
Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), diutus Sunan Ampel untuk menimba ilmu di
Mekkah. Tapi, mereka harus singgah dulu di Pasai, untuk menemui Syekh Maulana
Ishak.
Rupanya, Sunan Ampel ingin mempertemukan Raden Paku dengan
ayah kandungnya. Setelah belajar selama tujuh tahun di Pasai, mereka kembali ke
Jawa. Pada saat itulah Maulana Ishak membekali Raden Paku dengan segenggam
tanah, lalu memintanya mendirikan pesantren di sebuah tempat yang warna dan bau
tanahnya sama dengan yang diberikannya.
Sunan Giri atau yang mempunyai nama lain Raden Paku, Prabu
Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudra adalah nama
salah seorang Wali Songo yang berkedudukan di desa Giri, Kebomas, Gresik, Jawa
Timur. Ia lahir di Blambangan (Banyuwangi) pada tahun Saka Candra Sengkala
“Jalmo orek werdaning ratu” (1365 Saka) atau 1442 M dan wafat pada tahun Saka
Candra Sengkala “Sayu Sirno Sucining Sukmo” (1428 Saka) di desa Giri, Kebomas,
Gresik.
Sunan Giri juga merupakan keturunan Rasulullah SAW; yaitu
melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir,
Ja’far Ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rummi, Ahmad
Al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani,
Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik
(Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan),
Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar), Maulana Ishaq, dan 'Ainul Yaqin
(Sunan Giri). Umumnya pendapat tersebut adalah berdasarkan riwayat
pesantren-pesantren Jawa Timur, dan catatan nasab Sa'adah BaAlawi Hadramaut.
B. PENYEBARAN ISLAM SUNAN GIRI
Saat mulai remaja diusianya yang 12
tahun, Joko Samudra dibawa ibunya ke Surabaya untuk berguru ilmu agama kepada
Raden Rahmat (Sunan Ampel) atas permintaannya sendiri. Tak berapa lama setelah
mengajarnya, Sunan Ampel mengetahui identitas sebenarnya dari murid
kesayangannya itu. Sunan Ampel mengirimnya beserta Makdhum Ibrahim (Sunan
Bonang), untuk mendalami ajaran Islam di Pasai sebelum menunaikan keinginannya
untuk melaksanakan ibadah Haji. Mereka diterima oleh Maulana Ishaq yang tak
lain adalah ayahnya sendiri. Di sinilah, Joko Samudra mengetahui cerita
mengenai jalan hidup masa kecilnya.
Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau
lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin diperintahkan gurunya yang tak lain
adalah ayahnya sendiri itu untuk kembali ke Jawa untuk mengembangkan ajaran
islam di tanah Jawa. Dengan berbekal segumpal tanah yang diberikan oleh
ayahandanya sebagai contoh tempat yang diinginkannya, Raden ‘Ainul Yaqin
berkelana untuk mencari dimana letak tanah yang sama dengan tanah yang
diberikan oleh ayahnya.
Selama 40 hari 40 malam, Raden Paku bertafakur di
sebuah gua. Ia bersimpuh, meminta petunjuk Allah SWT, ingin mendirikan
pesantren. Di tengah hening malam, pesan ayahnya, Syekh Maulana Ishak, kembali
terngiang: ''Kelak, bila tiba masanya, dirikanlah pesantren di Gresik.'' Pesan
yang tak terlalu sulit, sebetulnya.
Tapi, ia diminta mencari tanah yang sama persis dengan tanah
dalam sebuah bungkusan ini. Selesai bertafakur, Raden Paku berangkat
mengembara. Di sebuah perbukitan di Desa Sidomukti, Kebomas, ia kemudian
mendirikan Pesantren Giri. Sejak itu pula Raden Paku dikenal sebagai Sunan
Giri. Dalam bahasa Sansekerta, ''giri'' berarti gunung.
Namun, tak ada peninggalan yang menunjukkan kebesaran
Pesantren Giri yang berkembang menjadi Kerajaan Giri Kedaton. Tak ada juga
bekas-bekas istana. Kini di daerah perbukitan itu hanya terlihat situs Kedaton,
sekitar satu kilometer dari makam Sunan Giri. Di situs itu berdiri sebuah
langgar berukuran 6 x 5 meter.
Di sanalah, konon, sempat berdiri sebuah masjid, tempat
Sunan Giri mengajarkan agama Islam. Ada juga bekas tempat wudu berupa kolam
berukuran 1 x 1 meter. Tempat ini tampak lengang pengunjung. ''Memang banyak
orang yang tidak tahu situs ini,'' kata Muhammad Hasan, Sekretaris Yayasan
Makam Sunan Giri.
Pesantren Giri terkenal ke seluruh penjuru Jawa,
bahkan sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Menurut Babad
Tanah Jawi, murid Sunan Giri juga bertebaran sampai ke Cina, Mesir, Arab, dan
Eropa. Pesantren Giri merupakan pusat ajaran tauhid dan fikih, karena Sunan
Giri meletakkan ajaran Islam di atas Al-Quran dan sunah Rasul.
Ia tidak mau berkompromi dengan adat istiadat, yang
dianggapnya merusak kemurnian Islam. Karena itu, Sunan Giri dianggap sebagai
pemimpin kaum ''putihan'', aliran yang didukung Sunan Ampel dan Sunan Drajat.
Tapi, Sunan Kalijaga menganggap cara berdakwah Sunan Giri kaku. Menurut Sunan
Kalijaga, dakwah hendaklah pula menggunakan pendekatan kebudayaan.
Misalnya dengan wayang. Paham ini mendapat sokongan dari
Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Jati. Perdebatan para
wali ini sempat memuncak pada peresmian Masjid Demak. ''Aliran Tuban'' --Sunan
Kalijaga cs-- ingin meramaikan peresmian itu dengan wayang. Tapi, menurut Sunan
Giri, menonton wayang tetap haram, karena gambar wayang itu berbentuk manusia.
Akhirnya, Sunan Kalijaga mencari
jalan tengah. Ia mengusulkan bentuk wayang diubah menjadi tipis dan tidak
menyerupai manusia. Sejak itulah wayang beber berubah menjadi wayang kulit.
Ketika Sunan Ampel, ''ketua'' para wali, wafat pada 1478, Sunan Giri diangkat
menjadi penggantinya. Atas usulan Sunan Kalijaga, ia diberi gelar Prabu
Satmata.
Diriwayatkan, pemberian gelar itu jatuh pada 9 Maret 1487,
yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Gresik. Di kalangan Wali
nan Sembilan, Sunan Giri juga dikenal sebagai ahli politik dan ketatanegaraan.
Ia pernah menyusun peraturan ketataprajaan dan pedoman tata cara di keraton.
Pandangan politiknya pun dijadikan rujukan.
Menurut Dr. H.J. De Graaf, lahirnya berbagai kerajaan Islam,
seperti Demak, Pajang, dan Mataram, tidak lepas dari peranan Sunan Giri.
Pengaruhnya, kata sejarawan Jawa itu, melintas sampai ke luar Pulau Jawa,
seperti Makassar, Hitu, dan Ternate. Konon, seorang raja barulah sah
kerajaannya kalau sudah direstui Sunan Giri.
Pengaruh Sunan Giri ini tercatat dalam naskah sejarah Through
Account of Ambon, serta berita orang Portugis dan Belanda di Kepulauan Maluku.
Dalam naskah tersebut, kedudukan Sunan Giri disamakan dengan Paus bagi umat
Katolik Roma, atau khalifah bagi umat Islam. Dalam Babad Demak pun, peran Sunan
Giri tercatat.
Ketika Kerajaan Majapahit runtuh karena diserang Raja
Girindrawardhana dari Kaling Kediri, pada 1478, Sunan Giri dinobatkan menjadi
raja peralihan. Selama 40 hari, Sunan Giri memangku jabatan tersebut. Setelah
itu, ia menyerahkannya kepada Raden Patah, putra Raja Majapahit, Brawijaya
Kertabhumi.
Sejak itulah, Kerajaan Demak Bintoro berdiri dan dianggap
sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Padahal, sebenarnya, Sunan Giri sudah
menjadi raja di Giri Kedaton sejak 1470. Tapi, pemerintahan Giri lebih dikenal
sebagai pemerintahan ulama dan pusat penyebaran Islam. Sebagai kerajaan, juga
tidak jelas batas wilayahnya. Tampaknya, Sunan Giri lebih memilih jejak langkah
ayahnya, Syekh Maulana Ishak, seorang ulama dari Gujarat yang menetap di Pasai
(Aceh). Ibunya Dewi Sekardadu, putri Raja Hindu Blambangan bernama Prabu Menak
Sembuyu.
C. HASIL PENYEBARAN ISLAM SUNAN GIRI
Kini, jejak bangunan Pesantren Giri hampir tiada. Tapi,
jejak dakwah Sunan Giri masih membekas. Keteguhannya memurnikan agama Islam
juga diikuti para penerusnya. Sunan Giri wafat pada 1506 Masehi, dalam usia 63
tahun. Ia dimakamkan di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa
Timur.
Beberapa karya seni yang sering dihubungkan dengan Sunan
Giri antara lain: permainan anak tradisional jawa seperti Jelungan, Lir-ilir
dan Cublak Suweng. Kemudian juga gending Asmaradana dan Pucung, seringkali
dihubungkan dengan Sunan Giri.
KESIMPULAN
Sunan Giri memiliki nama asli Raden
Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi)
pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan
dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri
raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut
anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi). Ayahnya adalah Maulana Ishak.
saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan
isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia
meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di
pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia
sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka
pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa
Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri. Pesantrennya tak hanya
dipergunakan sebagai tempat pendidikan, namun juga sebagai pusat pengembangan
masyarakat. Raja Majapahit konon khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan,
karena itu Raja Majapahit memberi keleluasaan padanya untuk mengatur
pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat
kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri
juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena
pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai
Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak
seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi
Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung yang bernuansa Jawa
namun syarat dengan ajaran Islam.
0 Response to "Pengertian Sunan Giri Lengkap"
Post a Comment