A
Anatomi Fisiologi
Menurut Derisky (2009), system
persyarafan utama manusia terbagi atas 2 bagian yaitu system saraf pusat
(otak), dan system saraf tepi (tulang belakang).
1. Sistem
Saraf Pusat (Otak)
Otak mempunyai lima bagian utama,
yaitu otak besar (serebrum), otak tengah (mesensefalon), otak kecil
(serebelum), sumsum tulang belakang (medulla oblongata), dan jembatan varol.
a. Otak
Besar (Serebrum)
Otak
besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental, yaitu yang
berkaitan dengan kepandaian (inteligensi), ingatan (memori), kesadaran, dan
pertimbangan.Otak besar merupakan sumber dari semua tindakan sadar atau sesuai
dengan kehendak sendiri, walaupun ada juga beberapa gerakan reflex otak. Pada bagian korteks serebrum yang
berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak
di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau
merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area
motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan,
membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut
adalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya
bagian depan merupakan proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara,
kreatifitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
b. Otak
Tengah (Mesensefalon)
Otak
tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah
terdapat thalamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar
endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang
mengatur reflek mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat
pendengaran.
c. Otak
Kecil (Serebelum)
Serebelum
mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar,
keseimbangan, dan posisi tubuh.Bila ada rangsangan yang merugikan atau
berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
d. Jembatan
Varol (Pons Varoli)
Jembatan
varoli berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan
kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
e. Sumsum
Sambung (Medulla Oblongata)
Sumsum
sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medulla spinalis menuju ke
otak.Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan, reflex fisiologi seperti detak
jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan,
dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu sumsum sambung juga mengatur gerak
reflex yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
2. Sumsum
Tulang Belakang (Medulla Spinalis)
Pada penampang melintang sumsum
tulang belakang tampak bagian luar berwarna putih, sedangkan bagian dalam
berbentuk kupu-kupu dan berwarna kelabu.Pada penampang melintang sumsum tulang
belakang ada bagian seperti sayap yang terbagi menjadi sayap atas disebut
tanduk dorsal, dan sayap bawah disebut tanduk ventral. Impuls sensori dari
reseptor dihantar masuk ke sumsum tulang belakang melalui tanduk dorsal dan
impuls motor keluar dari sumsum tulang belakangmelalui tanduk ventral menuju
efektor. Pada tanduk dorsal terdapat badan sel saraf penghubung yang akan
menerima impuls dari sel saraf sensori dan akan menghantarkannya ke saraf
motorik.
Gambar
system saraf tepi.
System saraf tepi terdiri: system saraf
sadar dan system saraf tak sadar. System saraf sadar mengontrol aktifitas yang
kerjanya diatur oleh otak, sedangkan system saraf tak sadar mengontrol
aktifitas yang tidak dapat diatur otak antara lain, denyut jantung, gerak
saluran pencernaan dan sekresi keringat.
Saraf
tepi dan aktivitas – aktivitas yang dikendalikannya.
1. Sistem
Saraf Sadar
Sistem
saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang
keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang
keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:
Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8; Lima pasang saraf
motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12; Empat pasang saraf gabungan
sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10, yang mempunyai fungsi
masimg-masing sebagai berikut:
a. N.
Olfactorius
Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidung
yang terletak dibagian atas dari mukosa hidung di sebelah atas dari concha
nasalis superior.
b. N.
Optikus
Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan
merupakan saraf eferen sensori khusus.Pada dasarnya saraf ini merupakan
penonjolan dari otak ke perifer.
c. N.
Oculomotorius
Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada
mesensephalon.Saraf ini berfungsi sebagai saraf untuk mengang
]kat bola mata.
d. N.
Trochulearis
Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf
ini mensarafi muskulus oblique yang berfungsi memutar bola mata
e. N.
Trigeminus
Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf
optalmikus, saraf maxilaris dan saraf mandibularis yang merupakan gabungan
saraf sensoris dan motoris.Ketiga saraf ini mengurus sensasi umum pada wajah
dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen.
f. N.
Abducens
Berpusat di pons bagian bawah.Saraf ini mempersarafi
muskulus rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bola mata
dapat digerakan ke lateral dan sikap bola mata tertarik ke medialseperti pada
Strabismus konvergen.
g. N.
Facialias
Saraf ini merupakan gabungan saraf aferen dan
eferen.Saraf aferenberfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan sedangkan
sarafeferent untuk otot wajah.
h. N.Statoacusticus
Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran
dan sarafkeseimbangan
i.
N.Glossopharyngeus
Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing.Saraf ini
mengandungserabut sensori khusus.Komponen motoris saraf ini mengurus
otot-ototpharing untuk menghasilkan gerakan menelan.Serabut sensorikhusus
mengurus pengecapan di lidah.Disamping itu jugamengandung serabut sensasi umum
di bagian belakang lidah,pharing, tuba eustachius dan telinga tengah.
j.
N.Vagus.
Saraf ini terdiri dari tiga komponen: 1) komponen
motorisyang mempersarafi otot-otot pharing yang menggerakkan pita suara, 2)
komponen sensori yang mempersarafi bagian bawah pharing, 3)komponen saraf
parasimpatis yang mempersarafi sebagian alat-alatdalam tubuh
k. N.Accesorius
Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada
nucleusambigus dan komponen spinal yang dari nucleus motoris segmen
C1-2-3.Saraf ini mempersarafi muskulus Trapezius danSternocieidomastoideus.
l.
Hypoglosus
Saraf ini merupakan saraf eferen atau motoris yang
mempersarafiotot-otot lidah.Nukleusnya terletak pada medulla di
dasarventrikularis IV dan menonjol sebagian pada trigonum hypoglosi.Saraf otak
dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati
leher ke bawah sampai daerah thoraks dan rongga perut.Nervus vagus membentuk
bagian saraf otonom.Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus
vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling
penting.Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan .
berdasarkan asalnya,saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf
leher,12pasang saraf punggung,5 pasang saraf pinggang ,5 pasang saraf pinggul,
dan 1pasang saraf ekor. Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat
saraf yang disebut pleksus.
2. Saraf
Otonom
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang
berasal dari otakmaupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ
yangbersangkutan.Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masingjalur
membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion.Urat saraf yang
terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf praganglion dan yang berada
pada ujung ganglion disebut urat saraf postganglion.Sistem saraf otonom dapat
dibagi atas sistem saraf simpatik dan system saraf parasimpatik.Perbedaan
struktur antara saraf simpatik danparasimpatik terletak pada posisi ganglion.Saraf
simpatik mempunyai 14ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang
menempel padasumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion
pendek,sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang
panjangkarena ganglion menempel pada organ yang dibantu.Fungsi sistem saraf
simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan(antagonis). Sistem saraf
parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervusvagus" bersama
cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otaklain dan saraf sumsum
sambung. (Anatomi, ganong, 2005)
Table Fungsi Saraf Otonom
Parasimpatik
|
Simpatik
|
1. Mengecilkan
pupil
2. Menstimulasi
aliran ludah
3. Memperlambat
denyut jantung
4. Membesarkan
bronkus
5. Menstimulasi
sekresi kelenjar pencernaan
6. Mengerutkan
kantung kemih
|
1. Memperbesar
pupil
2. Menghambat
aliran ludah
3. Mempercepat
denyut jantung
4. Mengecilkan
bronkus
5. Menghambat
sekresi kelenjar pencernaan
6. Menghambat
kontraksi kandung kemih
|
|
7.
|
B. KONSEP DASAR
PENYAKIT STROKE NON HEMORAGIK
1.
DEFINISI
Menurut WHO
dalam Muttaqin, (2008) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular. Sedangkan menurut Smeltzer &
Bare, (2002) stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.
Stroke
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary hemorrhagic
strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) (Hickey, 1997). Pada
kesempatan ini, penyusun lebih fokus pada stroke non hemoragik (ischemic
stokes).
Menurut
Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri
yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya
trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan
arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan
oksigen ke otal menurun yang menyebabkan terjadinya infark. Sedangkan menurut
Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan
obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri
cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Dari
beberapa pengertian stroke diatas, Penyusun menyimpulkan stroke non hemoragik
adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh sumbatnya pembuluh
darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis , trombus dan
embolus.
2. KALSIFIKASI
Klasifikasi
Stroke Non Haemoragik menurut Tarwoto dkk, (2007) adalah :
a.
Transient
Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih
dari 24 jam.
b.
Reversible
Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
c.
Stroke in
Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam
sampe bbrpa hari
d.
Stroke in
Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam
beberapa jam sampai bbrapa hari
e.
Completed
Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk
lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik
(Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
a. Stroke
trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di arteri
karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala
sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang
dengan cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal
dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran
biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa
hari,minggu atau bulan.
b. Stroke
embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada
umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak
berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga
disertai emboli pada organ dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa
hari, minggu atau bulan.
3.
ETIOLOGI
Menurut
Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:
a.
Trombosis
(bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup
pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh
dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah
yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua
yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
b.
Embolisme
cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang
dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh
darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
c.
Iskemia
4.
MANIFESTASI
KLINIS
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai deficit
neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat
terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala
tersebut antara lain :
a. Umumnya
terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c.
Stroke
adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunter
terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul
biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f.
Gangguan persepsi
g.
Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h.
Disfungsi
Kandung Kemih
Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :
No
|
Defisit
neurologi
|
Manifestasi
|
1.
|
Defisit lapang penglihatan
a. Homonimus Hemlanopsia
b. Kehilangan penglihatan perifer
b. Diplopia
|
a.
Tidak menyadari orang atau
objek, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak
b.
Kesulitan melihat pada malam
hari, tidak menyadari objek atau batas objek.
b.
Penglihatan ganda
|
2.
|
Defisit Motorik
a. Hemiparesis
b. Hemiplegia
c. Ataksia
d. Disatria
2. Disfagia
|
a. Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada
b. sisi yang
sama.
a. Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama.
b. Berjalan
tidak mantap, tidak mampu menyatukan kaki.
c. Kesulitan dalam membentuk kata
d. Kesulitan
dalam menelan.
|
3.
|
Defisit sensori : Parastesia
|
a. Kesemutan
|
4.
|
Defisit verbal
a.
Fasia ekspresif
b.
Fasia reseptif
c.
Afasia global
|
a. Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
b. Tidak mampu
memahami kata yang dibicarakan, mampu berbicara tapi tidak masuk akal
c. Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif
|
5.
|
Defisit kognitif
|
a.
Kehilangan memori jangka pendek
dan panjang, penurunan lapang perhatian, tidak mampu berkonsentrasi, dan
perubahan penilaian.
|
6.
|
Defisit Emosional
|
a.
Kehilangan kontrol diri,
labilitas emosional, depresi, menarik diri, takut, bermusuhan, dan perasaan
isolasi.
|
Tabel 2.1 : Penurunan
kemampuan yang terjadi pada pasien SNH
Sumber : (Smeltzer, 2002).
5.
PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat
atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi
turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa
infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika
aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih
sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro
vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan
tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada
falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu
4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
(Muttaqin, 2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi
(Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari
60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada
perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume
antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam
Muttaqin, 2008)
6. PATHWAY
Faktor2 resiko kolesterol, usia, DM,
hipertensi, jenis kelamin,
|
Aterosklerosis
hiperkoagulasi artesis
|
Aneurisma,
malformasi, arterouvenous
|
Stroke
(serebro vaskuler accident) |
Penyumbatan
pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara
|
Thrombosis
serebral
|
Katup
jantung rusak, miokard infark, endokarditis
|
Pendarahan
intraserebral
|
Perembesan
darah ke parenkim otak, penekanan jaringan otak
|
Emboli serebral
|
Oklusi
pembuluh darah
|
Infark otak, edema, herniasi otak
|
Iskemik jaringan otak, edema, dan
keongesti jaringan sekitar
|
Deficit neurologi
|
Disfungsi bahasa & komunikasi
|
Disfungsi motorik
|
Ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral
|
Infark serebral
|
Kehilangan kontrol volunter
|
Disartia afasia, apraksia
|
Hemiplegic, hemiparese
|
Hambatan
mobilitas fisik
|
Kerusakan
komunikasi verbal
|
Koma
|
Intake nutrisi tidak adekuat
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Kelemahan fisik umum
|
kematian
|
Reiko
tinggi kerusakan intergritas kulit
|
Deficit
perawatan diri
|
Lupa keterbatasan, usia lanjut,
|
Resiko
jatuh
|
Dilakukan procedure invasive
(pemasangan iv cath., DC, NGT, mayo, ataupun ET)
|
Resiko
infeksi
|
(Arif
Muttaqin, 2008; Brunner & Suddarth, 2002; Doengos, 2000)
7.
FAKTOR
RESIKO PADA STROKE
Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non
hemoragik yaitu:
a.
Faktor
resiko terkendali
Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non hemoragik
sebagai berikut :
1)
Hipertensi
2)
Penyakit
kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari jantung, penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas
irama (khususnya fibrasi atrium), penyakit jantung kongestif.
3)
Berbagai
penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
4)
Kolesterol
tinggi
5)
Infeksi
6)
Obesitas
7)
Peningkatan
hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
8)
Diabetes
9)
Kontrasepsi
oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan estrogen tinggi
10)
Penyalahgunaan
obat (kokain)
11)
Konsumsi
alkohol
b.
Faktor
resiko tidak terkendali
Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke non
hemoragik sebagai berikut :
1) Usia,
merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks sirkulasi
sudah tidak baik lagi.
2) Faktor
keturunan / genetic
8.
Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
a.
Phase Akut :
1)
Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi
dan sirkulasi.
2)
Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian
ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
3)
Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5)
Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
b.
Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial
9.
Pemeriksaan
Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah
sebagai berikut :
a.
Angiografi
serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b.
Lumbal
pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan
pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c.
CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d.
MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
e.
USG Doppler
Untuk
mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f.
EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
g.
Pemeriksaan
Laboraturium
1)
Lumbal
pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama.
2)
Pemeriksaan
darah rutin.
3)
Pemeriksaan
kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.\
4)
Pemeriksaan
darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
C.
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a.
Identitas
Mien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.
b.
Keluhan
utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
c.
Riwayat
penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d.
Riwayat
penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan
lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh
dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e.
Riwayat
penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f.
Pengkajian
psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan
klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah, dan tidak
kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan
untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan
pada salah satu sisi tubuh.
Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan
memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mernengaruhi
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat memengaruhi stabilitas emosi
serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap
fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya
hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah:
keterbatasan yang diakibatkan.oleh defisit neurolcgis dalam hubungannya dengan
peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi
pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu.
g.
Pemeriksaan
Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1)
B1
(Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi
napas tambahan.
2)
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
3)
B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4)
B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode
ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5)
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia
alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6)
B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
7)
Pengkajian
Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan
klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada t ingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan
pemberian asuhan.
8)
Pengkajian
Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9)
Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
10) Fungsi
Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa
kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan
Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi
dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior
dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak
dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
12) Lobus
Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan
telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang
menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi
mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien
terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi
dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan
kurang kerja sama.
13) Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami
hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang
sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustrasi.
h.
Pengkajian
Saraf Kranial
Menurut
Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1)
Saraf I:
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2)
Saraf II.
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III,
IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4)
satu sisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral
di sisi yang sakit.
5)
Saraf V.
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
6)
Saraf VII.
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7)
Saraf VIII.
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8)
Saraf IX dan
X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
9) Saraf XI.
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10)
Saraf XII.
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
i.
Pengkajian
Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
1)
Inspeksi
Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan
pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan
meningkat.
j.
Pengkajian
Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual.
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Adapun
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA, (2011) dalam Tarwoto,
Dkk, (2007) adalah :
a.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi,
perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.
b.
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan,
parestesia paralisis
c.
Hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi, gangguan
neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area
broca
d.
Gangguan
persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, tranmisi,
integrasi, stres psikologik
e.
Defisit
perawatan diri;mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan defisit
neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol
otot, gangguan kognitif
f.
Inkontinensia
urinarius fungsional berhubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif,
kerusakan komunikasi.
g.
Konstipasi/diare
berhubungan dengan menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi, perubahan
peristaltik, immobilisasi
3.
RENCANA
KEPERAWATAN
1.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi,
perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.
Data
pendukung
·
Penurunan
kesadaran.
·
Nilai GCS.
·
Perubahan
tanda vital.
·
Perubahan
sensorik dan motorik.
·
Penurunan
fungsi memori.
·
Nyeri
kepala.
·
Muntah.
·
Kejang.
·
Perubahan
pupil.
·
Perubahan
pola napas.
·
Nilai AGD.
·
Hasil CT
Scan, MRI adanya edema serebri, perdarahan, herniasi.
·
Pengunaan
terapi diuretik, sedativ.
Kriteria
hasil
· Pasien dapat
mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kogriltlf, sensorik dan motorik.
·
Tanda-tanda
vital stabil, peningkatan TIK tidak ada.
·
Gangguan
lebih lanjut tidak terjadi.
Rencana tindakan
|
Rasional
|
1.
Kaji
status neurologik setiap jam.
2.
Kaji
tingkat kesadaran dengan GCS.
3.
Kaji
pupil, ukuran, respon terhadap cahaya,
gerakan mata.
4.
Kaji
refleks kornea
dan
refleks gag.
5.
Evaluasi
keadaan motorik dan sensori pasien.
6.
Monitor
tanda vital setiap 1 jam.
7.
Hitung
irama denyut nadi,auskultasi
adanya murmur.
8.
Pertahankan
pasien bedrest,
Berikan
lingkungan tenang,
batasi
pengunjung, atur
waktu
istirahat dan aktivitas.
|
1.
Menentuksn
perubahan deficit neurologic lebih lanjut
2.
Tingkat
kesadaran merupakan indicator terbaik adanya perubahan neurologi
3.
Mengetahui
fungsi N.II dan III
4.
Menurunya
refleks kornea dan refleks gag indikasi kerusakan pada batang otak
5.
Gangguan
motorik dan sensori dapat terjadi akibat edema otak
6.
Adanya
perubahan tanda vital seperti respirasi menunjukan kerusakan pada batang otak
7.
Bradikardia
dapat di akibatkan adanya gangguan otak murmur dapat terjadi pada gangguan
jantung
8.
Istirahat
yang cukup dan lingkungan yang tenang mencegah perdarahan kembali
9.
Memfasilitasi
drainasi vena dari otak
10. Dapat
meningkatkan tekanan intracranial
11. Suhu tubuh
yang meningkat akan meningkatkan aliran darah ke otak sehingga meningkatkan
TIK
12. Kejang dapat
terjadi akibat iritasi srebral dan keadaan kejang memerlukan banyak oksigen
13. Meminimalkan
stimulus sehingga menurunkan TIK
14. Mempertahankan
adekuatnya oksigen, suction yang lama dapat meningkatkan TIK
15. Karbondioksida
menimbulkan vasodilatasi adekuatnya oksigen sangat penting dalam
mempertahankan metabolism otak
16. Meningkatkan
aliran darah ke otak dan mencegah kloting kontraindikasi pada stroke
haemorogik.
·
Mencegah
lisis dan pendarahan
·
Menanggulangi
hipertensi
·
Pengontrol
edema serebral
·
Mengontrol
kejang
·
Mencegah
proses mengedan dan menghindari peningkatan tekanan intracranial
17. Pasien
stroke perlu memeriksaan lanjutan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
|
1.
Mengidentifikasi
kekuatan otot kelemahan motorik.
2.
Latihan
ROM meningkatkan massa tonus, kekuatan otot, perbaiki fungsi jantung dan
pernapasan.
3.
·
Mencegah
footdrop
·
Mencegah
kontraktur fleksi bahu
·
Mencegah
edema dan kontraktur fleksi pada pergelangan
4.
Daerah
yang tertekan mudah sekali terjadi trauma
5.
Membantu
mencegah kerusakan kulit
6.
Membantu
memperlancar sirkulasi darah
7.
Mengembangkan
program khusus.
8.
Membantu
memulihkan kekuatan otot dan meningkatkan control volunteer.
9.
Menurunkan
tekanan pada ulang.
|
|
1.
Mengidentifikasi
masalah komunikasi karena gangguan bicara atau gangguan bahasa
2.
Pasien
dapat memperhatikan ekspresi dan gerakan bibir lawan bicara sehingga dapat
mudah menginterpretasi.
3.
Membantu
menciptakan komunikasi yang efektif
|
|
4.
Memudahkan
penerimaan pasien.
5.
Dengan
membaiknya bicara, percaya diri akan meningkatkan dan meningkatkan motivasi
untuk memperbaiki bicar
6.
Menunjukan
adanya respond an rasa empati terhadap gangguan bicara pasien
7.
Penanganan
lebih lanjut dengan tekhnik khusus.
|
|
1.
Mengantisipasi
deficit dan upaya perawatannya
2.
Menurunkan
resiko cidera.
3.
Menghindari
kebingungan.
4.
Menghindari
kesalahan persepsi terhadap realitas.
5.
Memenuhi
kebutuhan sehari – hari dan mencegah injuri
|
|
1.
Membantukan
merencanakan intervensi
2.
Menumbuhkan
kemandirian dalam perawatan
3.
Meningkatkan
harga diri klien.
4.
Perawat
konsisten dalam memberi asuhan keperawatan
5.
Memenuhi
kebutuhan ADL dan melatih kemandirian.
6.
Mengembangkan
rencana terapi.
|
|
1.
Menentukan
rencana lebih lanjut.
2.
Melatih
BAK secara teratur
3.
Obstruksi
saluran kemih kemungkinan dapat terjadi
4.
Menghindari
terjadinya infeksi.
5.
Mengetahui
secara dini infeksi saluran kemih.
6.
Memberikan
rasa nyaman.
7.
Menghindari
BAK saat tidur
|
4.
Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan, parestesia
paralisis
5.
Hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi, gangguan
neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area
broca
6.
Gangguan
persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, tranmisi,
integrasi, stres psikologik
7.
Defisit
perawatan diri;mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan defisit
neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol
otot, gangguan kognitif
8.
Inkontinensia
urinarius fungsional berhubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif,
kerusakan komunikasi.
9.
Konstipasi/diare
berhubungan dengan menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi, perubahan
peristaltik, immobilisasi
0 Response to "Tugas Anatomi Fisiologi Lengkap"
Post a Comment