BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Indonesia
memiliki keberagaman budaya sebagai modal dasar kekuatan dalam membangun bangsa
Indonesia menuju bangsa yang besar dan modern. Di samping itu, keberagaman
budaya juga memberi manfaat yaitu dalam bidang bahasa, kebudayaan, dan
pariwisata.
Potensi
keberagaman budaya dapat dijasikan obyek dan tujuan pariwisata di Indonesia
yang bisa mendatangkan devisa. Budaya lokal yang meliputi suku-suku bangsa di
Indonesia di antaranya ada Suku Asmat yang berasal dari Papua.
Papua
adalah satu diantara pulau-pulau di Indonesia yang memiliki berbagai macam suku
bangsa, salah satunya adalah suku asmat. Suku Asmat adalah sebuah suku di
Papua. Letak Geografis Suku Asmat terdiri dari pantai selatan dan merupakan wilayah yang
terisolasi di Propinsi Irian Jaya. Papua terletak tepat di sebelah selatan
garis khatulistiwa, namun kerana daerahnya yang bergunung-gunung maka iklim di
Papua sangat bervariasi melebihi daerah Indonesia lainnya.
Suku
Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat
terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal
di bagian pedalaman.Suku Asmat sendiri memiliki beberapa keragaman, baik dalam
bidang kesenian, mata pencaharian, adat istiadat serta sistem kekerabatan.
II. Rumusan Masalah
Ø Bagaimana kondisi dan letak
geografis suku Asmat ?
Ø Bagaimana sistem religi dan
kepercayaan suku Asmat ?
Ø Seperti apakah sistem
kekerabatan pada suku Asmat ?
Ø Apa mata pencaharian
masyarakat suku Asmat ?
Ø Apa saja peralatan dan
perlengkapan hidup yang biasa digunakan suku Asmat ?
Ø Apa bahasa yang digunakan
suku Asmat ?
Ø Seperti apa kesenian yang
dimiliki oleh suku Asmat ?
Ø Bagaimana sistem
pengetahuan yang dimiliki oleh suku Asmat ?
III. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas dalam
mata pelajaran Sosiologi
2. Agar membantu pembaca untuk
mengetahui kebudayaan yang terdapat pada suku Asmat
3. Sebagai sumber referensi
untuk mengetahui kebudayaan suku Asmat
4. Untuk ikut menjaga dan
melestarikan kebudayaan bangsa
Bab II
Pembahasan
I. Pengertian Suku Asmat
Suku
Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran
kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di
pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini
saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan
ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu
suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku
Simai.
Daerah kebudayaan suku
bangsa Asmat adalah daerah pegunungan di bagian selatan Papua (Irian). Suku
bangsa Asmat terdiri dari Asmat Hilir dah Asmat Hulu. Asmat Hilir bertempat
tinggal di dataran rendah yang luas sepanjang pantai yang tertutup hutan
rimbun, rawa dan sagu. Sedangkan suku Asmat Hulu bertempat tinggal di daerah
berbukit-bukit dengan padang rumput yang luas. Suku bangsa Asmat menggunakan
bahasa lokal yaitu bahasa Asmat.
P
II. Kondisi dan Letak Geografis
Letak
Geografis Suku Asmat terdiri dari pantai
selatan dan merupakan wilayah yang terisolasi di Propinsi Irian Jaya. Papua terletak tepat di
sebelah selatan garis khatulistiwa, namun kerana daerahnya yang
bergunung-gunung maka iklim di Papua sangat bervariasi melebihi daerah
Indonesia lainnya. Di daerah pesisiran barat dan utara beriklim tropika lembap
dengan tadahan hujan rata-rata berjumlah diantara 1.500 – 7.500 mm pertahun.
Tadahan hujan tertinggi terjadi di pesisir pantai utara dan di pegunungan
tengah, sedangkan tadahan hujan terendah terjadi di pesisir pantai selatan.
Suhu udara bervariasi sejajar dengan bertambahnya ketinggian. Daerah ini
memiliki luas sekitar 10.000 mil persegi dan terdiri daria rawa dan hutan
bakau.
Populasi
suku Asmat:
1. Penduduk daerah pantai dan
kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang (rumah panggung) dengan
mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan).
2. Penduduk daerah pedalaman
yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lembah serta kaki gunung. Umumnya
mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil
hutan.
3. Penduduk daerah dataran
tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan berternak secara sederhana.
III. Sistem Religi Dan
Kepercayaan
Masyarakat
Suku Asmat beragama Katolik,Protestan,dan Animisme yakni suatu ajaran dan
praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung.
Bagi Suku Asmat ulat sagu merupakan bagian penting dari ritual mereka.Setiap
ritual ini diadakan,dapat dipastikan,kalau banyak sekali ulat yang
dipergunakan.
Adat
istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia
mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore
hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada jaman dulu melakukan pendaratan di
bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di
wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik,
jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam
di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis. Orang Asmat yakin bahwa di
lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi
dalam 3 golongan. Yaitu :
Yi – ow atau roh nenek
moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
Osbopan atau roh jahat dianggap
penghuni beberapa jenis tertentu.
Dambin – Ow atau roh jahat
yang mati konyol.
Kehidupan
orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh
komuniti desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang seperti
berikut ini :
Mbismbu (pembuat tiang)
Yentpokmbu (pembuatan dan
pengukuhan rumah yew)
Tsyimbu (pembuatan dan
pengukuhan perahu lesung)
Yamasy pokumbu (upacara
perisai)
Mbipokumbu (Upacara Topeng)
Suku
ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah meninggal akan
mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana, bahkan peperangan.
Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup
membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi),
pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
IV. Sistem Kekerabatan
Suku
bangsa Asmat, dalam sistem kelerabatan mengenal 3 (tiga) bentuk keluarga, yaitu
:
Keluarga
Inti Monogamy dan Kandung Poligami
Keluarga
Luas Uxorilokal : keluarga yang telah menikah berdiam di rumah keluarga dari
pihak istri
Keluarga
Ovunkulokal : keluarga yang sudah menikah bediam di rumah keluarga istri pihak
ibu.
Di
samping itu, orang-orang Asmat tinggal bersama dalam rumah panggung seluas 3 x
4 x 4 meter yang disebut Tsyem. Ini juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan
senjata dan peralatan berburu, bercocok tanam, dan menangkap ikan. Suku bangsa
Asmat mengenal rumah panggung Yew seluas 10 x 15 meter. Fungsinya sebagai rumah
keramat dan untuk upacara keagamaan. Yew ini pada umumnya di kelilingi oleh 10
– 15 tsyem dan rumah keluarga Luas.
Masyarakat
Asmat mengenal sistem kemasyarakatan disebut Aipem. Pemimpin Aipem biasanya
mengambil prakarsa untuk menyelenggarakan musyawarah guna membicarakan suatu
persoalan atau pekerjaan. Syarat untuk dapat dipilih menjadi pemimpin Aipem
yaitu harus orang-orang yang pandai berkelahi, kuat dan bijaksana.
V. Sistem Mata Pencaharian
Hidup
Pada
masyarakat yang tingkat peradaban atau kebudayaan masih sederhana, mata
pencahariannya juga bersifat sederhana. Sistem mata pencaharian meliputi :
berbur dan meramu, bercocok tanam di ladang, bercocok tanam dengan irigasi,
beternak dan mencari ikan.
Beruburu
dan meramu merupakan bentuk mata pencaharian yang tertua dan terjadi di
berbagai tempat di dunia. Untuk meningkatkan hasil berburu biasanya dengan
teknik tertentu missalnya dengan cara ilmu ghaib.
Di
samping itu ada kebiasaan membagi hasil buruan kepada kerabat maupun tetangga.
Sisanya diproses dan dijual kepada msyarakat luar dan ke pasar-pasar. Bercocok
tanam di ladang merupakan bentuk bercocok tanam tanpa irigasi, tetapi lambat
laun diganti dengan bercocok tanam menetap : bercocok tanam di ladang terdapat
di daerah rimba tropik terutama di Asia Tenggara.
Bercocok
tanam dengan irigasi timbul di berbagai dunia yang terletak di perairan sungai
besar, karena tanahnya subur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu
masalah tanah, modal, tenaga kerja dan masalah teknologi tentang irigasi,
konsumsi, distribusi dan pemasaran. Berternak biasanya dilakukan di daerah
sabana, stepa dan gurun. Di Asia tengah memelihara kuda, unta kambing dan
domba.
Mencari
ikan juga merupakan mata pencaharian yang tua ini dilakukan manusia zaman purba
yang hidup di dekat sungai, danau atau laut.P
VI. Sistem Peralatan dan
Perlengkapan Hidup yang Dipakai Suku Asmat
Berdasarkan
macam bahan mentahnya maka berupa alat-alat batu, tukang, kayu, bambu dan
logam. Menurut K.T Oakley dalam budaya berjudul ”Man The Tool Maker”, teknik
pembuatan alat-alat batu adalah dengan : pemukulan (Percussion Hacking),
penekanan (Presure Feaking), pemecahan (Chipping) dan penggilingan (Glinding).
a. Alat Produksi
Alat-alat
produksi dalam masyarakat tradisional dibedakan menurut fungsi dan lapangan
pekerjaannya. Berdasarkan fungsinya, alat-alat produksi berupa alat potong,
alat tusuk, alat menyalakan api, alat pukul dan sebagainya. Berdasarkan
lapangan pekerjaannya, alat-alat produksi berupa alat ikat, alat tenun, alat
pertanian, alat menangkap ikan, dan sebagainya.
b. Senjata
Senjata
dalam kebudayaan tradisional dibedakan nmenurut fungsi dan pemakaiannya.
Menurut fungsinya dapat berupa alat potong, alat tusuk, senjata lepas. Sedang
menurut pemakaiannya senjata digunakan untuk berburu, berperang dan sebaginya.
c. Wadah
Dalam
budaya masyarakat tradisional, wadah digunakan untuk menyimpan, menimbun dan
membawa barang. Berdasarkan bahan mentahnya wadah tersebut terbuat dari kayu,
bambu, kulit kayu, tempurung dan tanah liat. Ada pula yang terbuat dari
serat-serat seperti keranjang. Selain tempat penyimpanan, wadah digunakan untuk
memasak atau membawa barang (transportasi)
d. Makanan
Makanan
dilihat dari bahan mentahnya berupa sayur-sayuran dan daun-daunan, buah-buahan,
biji-bijian, daging, susu, ikan dan sebaginya.
e. Pakaian
Pekaian
merupakan benda budaya yang sangat penting bagaimana tingkat kebudayaan
masyarakat tercermin dari cara pemilihan dan mengenakan pakaian. Pada
masyarakat tradisional cara berpakaian masih sangat sederhana. Dari bahan
mentahnya, pekaian terbuat dari daun-daunan, seperti diikat dan dicelup.
Ditinjau dari fungsinya, pakaian tradisional dibagi menjadi 4 (empat) macam,
yaitu :
1) Alat untuk melindungi tubuh
dari pengaruh alam (panas dan dingin)
2) Lambang keunggulan
3) Simbol yang dianggap suci
4) Sebagai perhiasan
Pada
masysarakat modern, fungsi pakaian sudah lebih komplek dan bervariasi. Selain
keempat fungsi tersebut, pakaian merupakan simbol dan status sosial budaya.
f. Rumah Adat
Rumah
Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan panjang sampai 25 meter.Sampai
sekarang masih dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat
Pedalaman.Bahkan masih ada juga diantara mereka yang membangun rumah tinggal
diatas pohon.
Ada
3 (tiga) bentuk rumah, yaitu :
1) Rumah setengah dibawah
tanah (semi sub-terranian dwelling)
2) Rumah di atas tanah
(surface dwellings)
3) Rumah-rumah di atas tiang
(Pile dwelling)
Dilihat
dari pemakaiannya rumah sebagai tempat berlindung dibagi ke dalam rumah tadah
angin, tenda-tenda, rumah menetap. Rumah menetap dapat dibedakan menjadi :
rumah tempat tingggal keluarga kecil, rumah tempat tinggal keluarga besar,
rumah-rumah suci, rumah-rumah pemujaan dan sebagainya
g. Alat – alat transportasi
Alat-alat
transportasi dengan segala jenis dan bentuknya merupakan unsur kebudayan. Sejak
zaman purba, manusia telah mengembangkan alat transportasi, walaupun sifatnya
masih sederhana. Pada masyarakat tradisional, alat-alat transportasi terpenting
adalah rakit/sampan, perahu, kereta beroda, alat seret dan binatang. Sejak dulu
manusia telah menggunakan binatang sebagai alat transportasi. Di siberia sejak
dahulu orang telah menggunakan sapi, kerbau, keledai, dan gajah sebagai alat
angkut. Asia Utara dan Kanada Utara, rusa Reider dan anjing menjadi binatang
transpotasi yang penting. Untuk mengangkut barang menggunakan alat yang disebut
Travois dan alat seret (sledge).
VII. Sistem Bahasa
Bahasa
baik lisan, tulisan, maupun isyarat merupakan komponen kebudayaan. Dengan
bahasa, manusia dapat memberikan arti secara aktif pada suatu obyek materiil
sehingga bahasa dapat merupakan dasar kebudayaan. Manusia dapat berkomunikasi
karena ada bahasa-bahasa yang digunakan sebagai alat penghubung.
Pada
masyarakat Asmat terdapat bahasa-bahasa yang oleh para ahli lingustik disebut
kelompok bahasa Language Of The Southern Division yaitu bahasa-bahasa bagian
selatan Papua. Penggolongan bahasa tersebut telah dipelajari oleh C. L.
Voorhoeve (1965) dan masuk pada golongan filum bahasa-bahasa Papua
Non-Melanesia. Bahasa-bahasa tersebut digolongkan lagi berdasarkan wilayah
orang Asmat yaitu orang Asmat wilayah pantai atau hilir sungai dan Asmat hulu
sungai.
Secara
khusus, para ahli linguistik membagi bahasa-bahasa tersebut yaitu pembagian
bahasa Asmat hilir sungai menjadi bagian kelompok pantai barat laut atau pantai
Flamingo seperti bahasa Kaniak, Bisman, Simay, dan Becembub dan bagian kelompok
Pantai Barat daya atau Kasuarina seperti misal bahasa Batia dan Sapan.
Pembagian bahasa Asmat hulu sungai menjadi bagian kelompok Keenok dan Kaimok.
Untuk
mengetahui bahasa masyarakat Asmat dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi
bahasa-bahasa sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga, dan subkeluarga. Selain
itu, upaya untuk mengidentifikasi bahasa masyarakat Asmat dapat dilakukan
dengan cara melihat aspek fonetik, fonologi, sintaksis, morfologi dan semantik
bahsa Asmat.
VIII. Sistem Kesenian
Suku
bangsa Asmat memiliki bidang seni ukiran terutama ukir patung, topeng, perisai
gaya seni patung Asmat, meliputi :
1. Gaya A, Seni Asmat Hilir
dan Hulu Sungai.
Patung-patung
dengan gaya ini tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah nenek
moyangnya. Contohnya, mbis yang dibuat jika masyarakat akan mengadakan balas
dendam atas kematian nenek moyang yang gugur dalam perang melawan musuh.
2. Gaya B, Seni Asmat Barat
Laut.
Bentuk
patung gaya ini lonjong agak melebar bagian bawahnya. Bagian kepala terpisah
dari bagian lainnya dan berbentuk kepala kura-kura atau ikan. Kadang ada gambar
nenek moyang di bagian kepala, sedangkan hiasan bagian badan berbentuk musang
terbang, kotak, kepala burung tadung, ular, cacing, dan sebagainya.
3. Gaya C, Seni Asmat
Timur.
Gaya
ini merupakan ciri khusus gaya ukir orang Asmat Timur. Perisai yang dibuat
umumnya berukuran sangat besar bahkan melebihi tinggi orang Asmat. Bagian
atasnya tidak terpisah jelas dari bagian lain dan sering dihiasi garis-garis
hitam dan merah serta titik-titik putih.
4. Gaya D, Seni Asmat Daerah
Sungai Brazza.
Perisai
gaya D ini hampir sama besar dan tingginya dengan perisai gaya C, hanya bagian
kepala terpisah dari badannya. Morif yang sering digunakan aladalh hiasannya
geometris seperti lingkaran, spiral, siku-siku dan sebagainya.
Kesenian
yang berhubungan dengan upacara keagamaan atau penghormatan kepada roh nenek
moyang, yaitu :
1) Mbisu adalah pembuatan
tiang mbis atau patung nenek moyang
2) Yentpojmbu, adlah pembuatan
dan pengukuhan rumah Yew
3) Tsyembu, adalah pembuatan
dan pengukuhan perahu lesung
4) Yamasy, adalah upacara
perisai
5) Mbipokumbu, adalah upacara
topeng
IX. Sistem Pengetahuan
Sistem
pengetahuan dalam suatu kebudayaan meliputi pengetahuan tentang:
Alam sekitarnya
Alam flora dalam daerah
tempat tinggalnya
Alam fauna dalam daerah
tempat tinggalnya
Zat-zat bahan-bahan mentah
dan benda-benda dalam lingkungan
Tubuh manusia
Sifat-sifat dan kelakuan
sesama manusia
Ruang dan waktu
Pengetahuan
tentang alam sekitarnya berupa pengetahuan tentang musim-musim,
bintang-bintang, dan tentang sifat-sifat dari gejala-gejala alam
Pengetahuan
tentang alam flora merupakan salah satu pengetahuan dasar bagi kehidupan
manusia dalam masyarakat kecil, terutama mata pencaharian yaitu pertanian.
Pengetahuan tentang fauna merupakan pengetahuan dasar, suku-suku bangsa hidup
dari berburu dan perikanan. Daging binatang merupakan unsur penting dalam
makanan.
Pengetahuan
tentang ciri-ciri dan zat-zat bahan-bahan mentah, benda-benda sekelilingnya
juga penting bagi manusia karena tanpa itu manusia tidak mungkin
dapatmempergunakan alat-alat hidup.
Pengetahuan
tentang tubuh manusia dalam kebudayaan belum banyak dipengaruhi oleh ilmu
kedokteran modern.
Pengetahuan
dan ilmu untuk menyembuhkan penyakit-penyakit dalam masyarakat pedesaan
dilakukan oleh para dukun dan tukang pijat. Manusia yang hidup dalam masyarakat
perlu mengetahui sesama manusia termasuk pengetahuan tentang sopan-santun
bergaul, norma dan sebagainya.
Pengetahuan
tentang ruang dan waktu meliputi sistem untuk menghitung, mengukur, menimbang,
untuk mengukur waktu misalnya dengan tanggalan.
0 Response to "TUGASMAKALAH KEBUDAYAAN “SUKU ASMAT” Lengkap"
Post a Comment