DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.....................................................................................
1
DAFTAR ISI ...................................................................................................
2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latara Belakang
........................................................................................
3
1.2 Suku
Baduy...............................................................................................
3
1.3 Pembagian Kelompok ...............................................................................
3
1.3.1
Kelompok tangtu (baduy dalam)...........................................................
3
1.3.2
Kelompok Masyarakat panamping (baduy luar) .................................. 4
1.3.3
Kelompok Baduy Dangka ...................................................................
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Mata
Penceharian....................................................................................
5
2.2 Hukum di dalam Masyarakat
Baduy..................................................... 5
2.3 Segi Berpakaian......................................................................................
7
2.4
Bahasa.....................................................................................................
8
2.5
Kepercayaan............................................................................................
9
2.6
Tarian......................................................................................................
10
2.7
Pernikahan..............................................................................................
11
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan...........................................................................................
6
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
1.2
Suku Baduy
Provinsi
Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi
yaitu suku baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten
Lebak. Perkampungan masyarakat baduy pada umumnya terletak pada daerah
Baduy
atau biasa disebut juga dengan masyarakat kanekes adalah nama sebuah kelompok
masyarakat adat Sunda di Banten. Suku Baduy tinggal di pedalaman Jawa Barat,
desa terakhir yang bisa di jangkau oleh kendaraan adalah DESA Ciboleger (jawa
barat). Dari desa ini kita baru bisa memasuki wilayah suku baduy luar. Tetapi
sebelum kita masuk kewilayah suku baduy kita harus melapor dulu dengan pimpinan
adatnya yang di sebut Jaro.
1.3
Pembagian Kelompok
Masyarakat
Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan
dangka.
1.3.1
Kelompok tangtu (baduy dalam).
suku
Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk
kebudayaan luar.selain itu orang baduy dalam merupakan yang paling patuh kepada
seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala
Adat). Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan
Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami
dan biru tua serta memakai ikat kepala putih dan golok. Pakaian mereka tidak
berkerah dan berkancing, mereka juga tidak beralas kaki. Meraka pergi
kemana-mana hanya berjalan kaki tanpa alas dan tidak pernah membawa uang.
mereka tidak mengenal sekolah, huruf yang mereka kenal adalah Aksara Hanacara
dan bahasanya Sunda. Mereka tidak boleh mempergunakan peralatan atau sarana dari
luar. Jadi bisa di bayangkan mereka hidup tanpa menggunakan listrik, uang, dan
mereka tidak mengenal sekolahan. Salah satu contoh sarana yang mereka buat
tanpa bantuan dari peralatan luar adalah Jembatan Bambu. Mereka membuat sebuah
Jembatan tanpa menggunakan paku, untuk mengikat batang bambu mereka menggunakan
ijuk, dan untuk menopang pondasi jembatan digunakan pohon-pohon besar yang
tumbuh di tepi sungai.
1.3.2
Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar),
mereka
tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang
mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan
pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. suku Baduy Luar biasanya sudah banyak
berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah mengenal
kebudayaan luar, seperti bersekolah.
1.3.3
Kelompok Baduy Dangka,
mereka
tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang
tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung
Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mata Penceharian
Mata
pencaharian masyarakat Baduy adalah bertani dan menjual buah-buahan
yang mereka dapatkan dari hutan. Selain itu Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan
kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang
masih rutin diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada
penguasa setempat yaitu Gubernur Banten.
Dari
hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan
penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy
biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki,
umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk
mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Perdagangan yang semula hanya dilakukan dengan barter kini sudah menggunakan
mata uang rupiah. Orang baduy menjual hasil pertaniannya dan buah-buahan
melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak
diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah
Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger.
Hasil
pertanian mereka berupa beras bisanya mereka simpan di lumbung
padinya yang ada di setiap desa. Selain beras meraka juga memabuat kerajinan
tangan seperti tas koja yang bahannya terbuat dari kulit kayu
yang di anyam. Sebagaimana yang telah terjadi selama ratusan tahun, maka
mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma dan berkebun, mengolah gula aren dan
tenun. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual
buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.
2.2
Hukum di didalam Masyarakat Baduy
Hukuman
disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas pelanggaran berat
dan pelanggaran ringan. Hukuman ringan biasanya dalam bentuk
pemanggilan sipelanggar aturan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan. Yang
termasuk ke dalam jenis pelanggaran ringan antara lain cekcok atau beradu-mulut
antara dua atau lebih warga Baduy.
Hukuman
Berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat. Pelaku
pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro setempat dan
diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat, siterhukum juga akan
dimasukan ke dalam lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama
40 hari. Selain itu, jika hampir bebas akan ditanya kembali apakah dirinya
masih mau berada di Baduy Dalam atau akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar
di hadapan para Pu’un dan Jaro. Masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam
menerapkan aturan adat dan ketentuan Baduy.
Menariknya,
yang namanya hukuman berat disini adalah jika ada seseorang warga yang sampai
mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap berat. Berzinah dan berpakaian
ala orang kota.
Banyak
larangan yang diatur dalam hukum adat Baduy, di antaranya tidak boleh
bersekolah, dilarang memelihara ternak berkaki empat, tak dibenarkan bepergian
dengan naik kendaraan, dilarang memanfaatkan alat eletronik, alat rumah tangga
mewah dan beristri lebih dari satu. Menurut keterangan Bapak Mursyid, Wakil
Jaro Baduy Dalam, beliau mengatakan bahwa di lingkungan masyarakat Baduy, jarang
sekali terjadi pelanggaran ketentuan adat oleh anggota masyarakatnya. Dan oleh
karenanya, jarang sekali ada orang Baduy yang terkena sanksi hukuman, baik
berdasarkan hukum adat maupun hukum positif (negara). Jika memang ada yang
melakukan pelanggaran, pasti akan dikenakan hukuman. Seperti halnya dalam suatu
negara yang ada petugas penegakkan hukum, Suku Baduy juga mempunyai bidang
tersendiri yang bertugas melakukan penghukuman terhadap warga yang terkena
hukuman. Hukuman disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas
pelanggaran berat dan pelanggaran ringan.
2.3
Segi Berpakaian
Dari
segi berpakain, didalam suku baduy terdapat perbedaan dalam berbusana yang
didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat saja, yaitu Baduy
Dalam dan Baduy Luar.Untuk Baduy Dalam, para pria memakai baju lengan panjang
yang disebut jamang sangsang, Potongannya tidak memakai kerah, tidak pakai
kancing dan tidak memakai kantong baju. Warna busana mereka umunnya adalah
serba putih. Pembuatannya hanya menggunakan tangan dan tidak boleh dijahit
dengan mesin. Bahan dasarnya pun harus terbuat dari benang kapas asli yang
ditenun.
Untuk bagian bawahnya
menggunakan kain serupa sarung warna biru kehitaman, yang hanya dililitkan pada
bagian pinggang. Agar kuat dan tidak melorot, sarung tadi diikat
dengan selembar kain. Serta pada bagian kepala suku baduy menggunakan ikat
kepala berwarna putih. Ikat kepala ini berfungsi sebagai penutup
rambut mereka yang panjang, kemudian dipadukan dengan selendang atau hasduk.
Masyarakat Baduy yakin dengan pakaian yang serba putih polos itu dapat
mengandung makna suci bersih.
Bagi
suku Baduy Luar, busana yang mereka pakai adalah baju kampret berwarna hitam.
Ikat kepalanya juga berwarna biru tua dengan corak batik. Desain bajunya terbelah
dua sampai ke bawah, seperti baju yang biasa dipakai khalayak ramai. Sedangkan
potongan bajunya mengunakan kantong, kancing dan bahan dasarnya tidak
diharuskan dari benang kapas murni. Cara berpakaian suku Baduy Luar Panamping memamg
ada sedikit kelonggaran bila dibandingkan dengan Baduy Dalam.. Terlihat dari
warna, model ataupun corak busana Baduy Luar, menunjukan bahwa kehidupan mereka
sudah terpengaruh oleh budaya luar.
Sedangkan,
untuk busana yang dipakai di kalangan wanita Baduy dalam maupun Baduy Luar
tidak terlalu menampakkan perbedaan yang mencolok. Model, potongan dan warna
pakaian, kecuali baju adalah sama. Mereka mengenakan busana semacam
sarung warna biru kehitam-hitaman dari tumit sampai dada. Busana seperti ini
biasanya dikenakan untuk pakaian sehari-hari di rumah. Bagi wanita
yang sudah menikah, biasanya membiarkan dadanya terbuka secara bebas, sedangkan
bagi para gadis buah dadanya harus tertutu. Dalam kehidupan
keseharian manusia, berpakaian merupakan salah satu alat untuk
melindungi diri dan menunjukan citra diri terhadap orang lain. Untuk
memenuhi kebutuhan pakaiannya, masyarakat suku Baduy menenun sendiri yang
dikerjakan oleh kaum wanita. Dimulai dari menanam biji kapas, kemudian dipanen,
dipintal, ditenun sampai dicelup menurut motifnya khasnya. Penggunaan warna
pakaian untuk keperluan busana hanya menggunakan warna hitam, biru tua dan
putih. Kain sarung atau kain wanita hampir sama coraknya, yaitu dasar hitam
dengan garis-garis putih, sedangkan selendang berwana putih, biru, yang dipadukan
dengan warna merah. Semua hasil tenunan tersebut umumnya tidak dijual tetapi
dipakai sendiri. Bertenun biasanya dilakukan oleh wanita pada saat setelah
panen. Jenis busana yang dikerjakan antara lain, baju, kain sarung, kain
wanita, selendang dan ikat kepala. Selain itu, ada kerajinan yang dilakukan
oleh kalangan pria di antaranya adalah membuat golok dan tas koja, yang terbuat
dari kulit pohon teureup ataupun benang yang dicelup.
Dalam hal
ini masyarakat Baduy yang merupakan suku terasing di Banten sudah memikirkan
dalam hal berpakaian dalam masyarakatnya..Sebelumnya Suku Baduy adalah suku
yang menetap di ujung Pulau Jawa sebelah barat Suku Baduy terdiri dari dua
kelompok masyarakat, yaitu Baduy Luar, yang tinggal luar daerah
Baduy Dalam,dan baduy dalam yang menetap di Cibeo, Cikertawana dan
Cikeusik.Dalam pandangannya mereka yakin berasal dari
satu keturunan, yang memiliki satu keyakinan,
tingkah laku, cita-cita, termasuk busana yang dikenakannya pun
adalah sama. Kalaupun ada perbedaan dalam berbusana, perbedaan itu hanya
terletak pada bahan dasar, model dan warnanya saja.Baduy Dalam merupakan
masyarakat yang masih tetap mempertahankan dengan kuat nilai-nilai budaya
warisan leluhurnya dan tidak terpengaruh oleh kebudayaan luar. Ini berbeda dengan
Baduy Luar yang sudah mulai mengenal kebudayaan luar. Perbedaan antara Baduy
Dalam dan Baduy Luar seperti itu dapat dilihat dari cara busananya berdasarkan
status sosial, tingkat umur maupun fungsinya. Perbedaan busana hanya didasarkan
pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat saja, yaitu Baduy Dalam dan
Baduy Luar.
Bagi
masyarakat Baduy Dalam maupun Luar biasanya jika hendak bepergian selalu
membawa senjata berupa golok yang diselipkan di balik pinggangnya serta
dilengkapi dengan membawa tas kain atau tas koja yang dicangklek (disandang) di
pundaknya.
Untuk pakaian bepergian,
biasanya wanita Baduy memakai kebaya, kain tenunan sarung berwarna biru
kehitam-hitaman, karembong, kain ikat pinggang dan selendang. Warna baju untuk
Baduy Dalam adalah putih dan bahan dasarnya dibuat dari benang kapas yang
ditenun sendiri.
2.4
Bahasa
Bahasa
Baduy adalah bahasa yang digunakan suku Baduy. Penuturnya tersebar di gunung Kendeng, Rangkasbitung,
Lebak; Pandeglang; dan Sukabumi. Dari segi linguistik, bahasa Baduy bukan dialek
dari bahasa Sunda, tapi dimasukkan ke dalam
suatu rumpun bahasa Sunda, yang sendirinya merupakan
kelompok dalam rumpun
bahasa Melayu-Sumbawa di cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun
bahasa Austronesia.
Untuk
berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia,
walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang
Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat,
kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan
lisan saja.
Orang
Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan
adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun
fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga hari ini, walaupun sejak
era Suharto pemerintah telah berusaha memaksa
mereka untuk mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah modern
di wilayah mereka, orang Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut.
Akibatnya, mayoritas orang Kanekes tidak dapat membaca atau menulis.
2.5
Kepercayaan
Kepercayaan
Suku Baduy atau masyarakat kanekes sendiri sering disebut dengan Sunda Wiwitan
yang berdasarkan pada pemujaan nenek moyang (animisme), namun semakin
berkembang dan dipengaruhi oleh agama lainnya seperti agama Islam, Budha dan
Hindu. Namun inti dari kepercayaan itu sendiri ditunjukkan dengan
ketentuan adat yang mutlak dengan adanya “pikukuh” ( kepatuhan) dengan konsep
tidak ada perubahan sesedikit mungkin atau tanpa perubahan apapun.
Objek
kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang
lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. masyarakatnya mengunjungi
lokasi tersebut dan melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan kalima. Di
kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan.
Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan
penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda
bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil
baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan
pertanda kegagalan panen.
Hanya
ketua adat tertinggi puun dan rombongannya yang terpilih saja
yang dapat mengikuti rombongan tersebut. Di daerah arca tersebut terdapat batu
lumping yang dipercaya apa bila saat pemujaan batu tersebut terlihat
penuh maka pertanda hujan akan banyak turun dan panen akan berhasil, dan begitu
juga sebaliknya, jika kering atau berair keruh pertanda akan terjadi kegagalan
pada panen.
Lojor heunteu beunang
dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang
tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
Tabu tersebut dalam
kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Di bidangpertanian, bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak
mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat sederhana,
tidak mengolah lahan dengan bajak, tidak membuat terasering, hanya menanam
dengan tugal, yaitu sepotong bambu yang diruncingkan.
Pada pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya,
sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama panjang. Perkataan
dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam berdagang
mereka tidak melakukan tawar-menawar.
Bagi
sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang
dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat
Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.
2.6
Tarian
Tarian
yang merupakan gambaran dari kebiasaan Suku Badui dalam menyambut musim panen
raya. Para penari menarikan tariannya dengan sangat menjiwai. Ditambah dengan
bau dupa yang menyengat, menambah aura mistik dan sakral tarian yang mereka
bawakan. Diawali dengan seorang penabuh bedug, datanglah seorang penari wanita
membawa sesaji, kemudian ditaruh pada sebuah nampan besar. Setelah itu didoakan
dan dibagikan secara simbolik. Di daerah Baduy, Banten setiap kali musim panen
raya akan diadakan upacara Serentanen, yang merupakan upacara adat sakral di
daerah tersebut.
Macapada
merupakan adaptasi dari upacara Serentanen suku Baduy, Banten.Dalam upacara
tersebut suku Baduy luar akan memberikan persembahan kepada suku Baduy Dalam.
Persembahan tersebut nantinya akan didoakan sesuai adat Baduy dan oleh Baduy
Dalam nantinya akan di bawa ke kota untuk diserahkan kepada pihak pemerintah.
Sebagai perwakilan biasanya diterima oleh Bupati setempat. Upacara Serentanen
ini berasal dari suku Baduy asli.
2.7
Pernikahan
Di
dalam proses pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy hampir serupa
dengan masyarakat lainnya. Namun, pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan
dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi
kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.
Setelah
mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan proses 3 kali pelamaran. Tahap
Pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke Jaro (Kepala Kampung) dengan
membawa daun sirih, buah pinang dan gambir secukupnya. Tahap kedua, selain
membawa sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini dilengkapi dengan cincin
yang terbuat dari baja putih sebagai mas kawinnya. Tahap ketiga, mempersiapkan
alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju serta seserahan pernikahan untuk pihak
perempuan.
Pelaksanaan
akad nikah dan resepsi dilakukan di Balai Adat yang dipimpin langsung oleh
Pu’un untuk mensahkan pernikahan tersebut. Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang
Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk
menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal. Jika setiap
manusia melaksanakan hal tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Orang
Baduy Dalam tidak mau di masuki budaya dari luar sedangkan Baduy Dalam sudah
mau mengikuti budaya dari luar meskipun sedikit.
Orang
Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk
menikah kembali jika salah satu dari mereka telah meninggal.
Di
dalam proses pernikahan suku baduy pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan
dan tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi
kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing.
0 Response to "TUGAS MAKALAH KEBUDAYAAN “SUKU BADUY” Lengkap"
Post a Comment