Kliping
Perlawanan Rakyat Indonesia Kepada Penjajah
A. Perlawanan
Terhadap Kekuasaan Portugis.
1. Perlawanan
Kesultanan Ternate
Perlawanan rakyat Ternate didorong oleh tindakan bangsa Portugis yang
sewenang-wenang dan merugikan rakyat. Perlawanan Ternate dipimpin oleh Sultan
Hairun dari Ternate. Seluruh rakyat dari Irian sampai ke Jawa diserukan untuk
melakukan perlawanan. Sayang sekali Sultan Hairun ditipu oleh Portugis dan
dihukum mati pada tahun 1570. Tetapi kecongkakan Portugis akhirnya menuai
balasan dengan keberhasilan Sultan Baabullah dalam mengusir Portugis dari bumi
Maluku tahun 1575. Selanjutnya Portugis menyingkir ke daerah Timor Timur (Timor
Loro Sae).
2. Perlawanan
Kesultanan Demak
Dominasi Portugis di Malaka telah mendesak dan merugikan
kegiatan perdagangan orang-orang Islam. Oleh karena itu , Sultan Demak R. Patah
mengirim pasukannya di bawah Pati Unus untuk menyerang Portugis di Malaka. Pati
Unus melancarkan serangannya pada tahun 1527, tentara Demak kembali melancarkan
serangan terhadap Portugis yang mulai menanam pengaruhnya di Sunda Kelapa. Di
bawah pimpinan Fatahillah, tentara Demak berhasil mengusir Portugis dari Sunda
Kelapa. Nama Sunda Kelapa kemudian diubah menjadi Jayakarta.
3. Perlawanan
Kesultanan Aceh
Setelah menguasai Malaka, Portugis kemudian mengirimkan
pasukannya untuk menundukkan Aceh. Usaha inipun mengalami kegagalan. Serangan
Portugis ke Aceh menunjukkan bahwa kekuasaan Portugis di Malaka telah mengancam
dan merugikan Aceh. Apalagi kegiatan monopoli perdagangannya yang sangat
menyulitkan rakyat Aceh. Untuk mengusir Portugis dari Malaka, Aceh menyerang
kedudukan Portugis di Malaka.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639),
armada kekuatan Aceh telah disiapkan untuk menyerang kedudukan Portugis di
Malaka. Saat itu Aceh telah memiliki armada laut yang mampu mengangkut 800
prajurit. Pada tahun 1629, Aceh mencoba menaklukkan Portugis. Penyerangan yang
dilakukan Aceh ini belum berhasil mendapat kemenangan. Namun , Aceh masih tetap
meneruskan perjuangan melawan Portugis.
B. Perlawanan
Terhadap VOC.
1. Perlawanan
Kesultanan Mataram
Pada
awalnya Mataram dengan Belanda menjalin hubungan baik. Belanda diizinkan
mendirikan benteng (loji) untuk kantor dagang di Jepara. Belanda juga
memberikan dua meriam terbaik untuk Kerajaan Mataram. Dalam perkembangannya,
terjadi perselisihan antara Mataram-Belanda. Pada tanggal 8 November 1618,
Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen memerintahkan Van der Marct menyerang
Jepara. Peristiwa tersebut memperuncing perselisihan antara Mataram dengan
Belanda. Raja Mataram Sultan Agung segera mempersiapkan serangan terhadap VOC
di Batavia. Serangan pertama dilakukan pada tahun 1628.
Pasukan
Mataram yang dipimpin Tumenanggung Baurekso tiba di Batavia tanggal 22 Agustus
1628. Pasukan ini kemudian disusul pasukan Tumenanggung Sura Agul-Agul, yang
dibantu dua bersaudara, yakni Kiai Dipati Mandurojo dan kiai Upa Santa. Tidak
kurang dari 1000 prajurit Mataram gugur dalam perlawanan tersebut. Mataram
segera mempersiapkan serangan kedua dipimpin Kyai Adipati Juminah, Kiai A.
Puger, dan K. A Purbaya.
Serangan dimulai tanggal 1 Agustus 1629 dan berakhir 1
Oktober 1629. Serangan kedua inipun juga gagal, selain karena faktor kelemahan
serangan pertama, lumbung padi persediaan makanan, banyak dihancurkan Belanda.
Disamping Sultan Agung, perlawanan juga dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi, dan
Mas Said.
2. Perlawanan
Kesultanan Gowa
Dalam lalu lintas perdagangan, Gowa menjadi Bandar antara
jalur perdagangan Malaka dan Maluku. Sebelum rempah-rempah dari Maluku dibawa
sampai ke Malaka, maka singgah dahulu di Gowa, begitu juga sebaliknya.
Melihat kedudukan Gowa yang begitu penting , maka VOC
ingin sekali menguasai Bandar di Gowa. Usaha yang dilakukan adalah melakukan
blokade terhadap Pelabuhan Sombaopu. Disamping itu, kapal-kapal VOC juga
diperintahkan untuk merusak dan menangkap kapal-kapal pribumi maupun
kapal-kapal asing. Menghadapi perkembangan yang semakin genting itu , maka raja
Gowa , Sultan Hasanuddin mempersiapkan pasukan dengan segala perlengkapan untuk
menghadapi VOC. Beberapa kerajaan sekutu juga disiapkan.
Benteng-benteng dibangun di sepanjang pantai kerajaan.
Sementara itu, VOC dalam rangka menerapkan politik adu domba, telah menjalin
hubungan dengan seorang pangeran Bugis dari Bone bernama Arung Palaka.
Meletuslah perang antara VOC dengan Gowa pada 7 juli 1667. Tentara VOC dipimpin
Spelman yang diperkuat pengikut Arung Palaka menggempur Gowa. Karena kalah
persenjataan , benteng pertahanan tentara Gowa di Barombang dapat diduduki oleh
pasukan Arung Palaka. Perselisihan ini diakhiri dengan ditandatanganinya
perjanjian Bongaya , yang isinya sebagai berikut:
1) Gowa
harus mengikuti hak monopoli.
2) Semua
orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah kekuasaan Gowa.
3) Gowa
harus membayar biaya perang.
4) Di Makassar dibangun benteng-benteng
VOC.
C. Perlawanan
Terhadap Penjajahan Belanda.
1. Perlawanan
Rakyat Maluku (1817).
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda, hal itu
disebabkan karena Belanda datang ke Nusantara untuk mendapatkan rempa-rempah
dengan harga yang semurah-murahnya untuk keuntungan yang berlipat ganda.
Sehingga semua itu sangatlah memberatkan rakyat. Hingga datanglah Inggris untuk
mendapat simpati dari rakyat Maluku, dengan motif selalu membantu rakyat dari Belanda.
Namun Belanda kembali berkuasa dari tangan inggris setelah diterapkannya
Konvensi London tahun 1814. Dan pada tanggal 17 Mei 1817 pemuda Sapurua yang
dipimpin Pattimura, memulai perlawanan terhadap Belanda untuk merebut benteng
Duurstede.
Bentengpun akhirnya dapat dikuasai dan Rasiden Van Der
Berg ditembak mati. Serangan lain juga terjadi di daerah Maluku lain, sehingga
hal itu mengacaukan Belanda.
Belandapun semakin meningkatkan ofensifnya menumpas
gerakan perlawanan rakyat Maluku. Hingga terjadilah pertempuran sengit secara
Sporadis antara rakyat Maluku dengan Belanda. Belandapun mendatangkan bantuan
dari Batavia hingga pasukan Pattimura terdesak oleh Belanda. Pada bulan Agustus
Pattimura menyingkir ke hutan dan melakukan perang Gerilya. Benteng Deverdijk
dapat dikuasai lagi oleh Belanda. Pattimura sangatlah terdesak hingga dapat
ditangkap Belanda dan dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon pada 16 Desember
1817.
2. Perlawanan
Kaum Padri (1819-1832).
Awalnya
kedatangan islam di daerah Minangkabau tidak mempengaruhi pola hidup kaum Adat.
Tetapi setelah datangnya tiga orang haji
dari Mekah yaitu H. Miskin, H. Sumanik, dan H. Piabang yang ingin meluruskannya
ajaran islam, hal itu membuat adanya tantangan dari kaum Adat. Sehingga
terjadilah perang antara kaum Adat dengan kaum Padri. Dan setelah Belanda
menerima penyerahan daerah Sumatra Barat dari Inggris, Belanda membantu kaum
Adat melawan kaum Padri. Namun setelah adanya perlawanan Diponegoro Di Jawa,
menyebabkan kesulitan bagi pemerintah Hindia Belanda, hingga pemerintah Belanda
berhasil membujuk kaum Padri untuk berunding. Kolonel Stuers pada tanggal 29
Oktober 1825 yang ditandatangani tanggal 15 November 1825 berhasil mengadakan
perdamaian dengan kaum Padri yang
diwakili Tuanku Keramat yang berisi :
a. Belanda akan
mengakui kekuasaan Tuanku-Tuanku di Lintau, Limapuluh Kota, Telawas, dan Agam.
b. Kedua belah
pihak akan melindungi orang-orang yang sedang dalam perjalanan dan para
pedagang.
c. Kedua belah
pihak akan melindungi orang-orang yang kembali dari pengungsian.
Peperangan masih berlanjut dengan yang serangan Belanda dipusatkan ke
Bonjol. Belanda menggunakan siasat Devide at Empera dengan cara mendatangkan
pasukan Sentot Prawirodirjo dari Jawa.
Pertempuran antara kaum Padri dan kaum Adat terjadi di
kota Lawas. Perang saudara ini di manfaatkan Belanda untuk menguasai Sumatra
dengan membantu kaum Adat, namun kaum Adat sadar bahwa mereka hanya
dimanfaatkan Belanda. Akhirnya kaum kaum Padri dan kaum Adat bersatu melawan
Belanda. Perang padri akhirnya dimenangkan Belanda setelah benteng Bonjol
berhasil direbut belanda. Imam Bonjol tertangkap pada tahun 1837 dan di buang
ke Cianjur, dan tahun 1864 dipindahkan ke Manado hingga wafat. Namun setelah
wafatnya imam Bonjol, peperangan masih tetaplah berlanjut di dhaerah Sumatra
Barat.
3.
Perlawanan Diponogoro
(1825-1830).
Pangeran diponogoro adalah bangsawan mataram yang
berusaha membebaskan tanah mataram dari dominasi Belanda. Perlawanan terjadi
antara tahun 1825-1830. perang yang terjadi, dilatar belakangi karena berbagai
masalah yang muncul.
Masalah
Umum :
· Kerajaan
mataram semakin sempit kekuasaannya, akibat Belanda.
· Campur
tangan belanda dalam urusan istana mataram.
·
Penderitaan dan kesengsaraan mataram kerena banyak pajak yang dipungut
Belanda.
· Kaum ulama
kecewa karena berkembangnya budaya barat.
· Kaum
bangsawan tidak diperkenankan menyewakan tanah.
Masalah
yang khusus yaitu Belanda membuat jalan di Tegalrejo yang melalui makam
leluhur Dipenogoro tanpa izin terlebih
dahulu.
Perlawanan Diponegoro mendapat dukungan dari Kyai Maja,
Sentot Prawiro Direjo, dan pangeran Mangku Bumi. Dalam perang, Dipenogoro
melakukan siasat Perang Gerilya, sehingga Belanda kewalahan dalam
menghadapinya. Belanda mengangkat Jendral De Koock untuk menghadapi Diponogoro
dengan siasat Benteng Stelsel, artinya setiap daerah yang dikuasainya segera
dibangun benteng, kemudian antara benteng yang satu dengan yang lainnya
dihubungkan jalan untuk gerak cepat pasukan. Diponegoro ditangkap dalam
perundingan dan di asingkan ke Batavia, kemudian ke Manado dan akhirnya ke
Makassar sampai meninggal dunia pada 8 Januari 1855.
4. Perang
Jagaraga.
Pada
tahun 1844, kapal Belanda terdampar di Pantai Buleleng. Sesuai dengan hukum
Tawan Karang, kapal itu disita oleh kerajaan Buleleng. Tetapi Belanda menuntut
agar kapal itu dikembalikan dan seluruh kerajaan di Bali tunduk kepada Belanda.
Tetapi Raja Beleleng menolaknya, sehingga pada tahun 1846, Belanda mendaratkan
1700 pasukan dan terjadilah pertempuran di Buleleng. Kerajaan Buleleng dipimpin oleh Patihnya,
Gusti Ktut Jelantik. Namun pertempuran itu gagal yang kekalahan itu dianggap
sebagai tunduknya semua kerajaan di Bali terhadap Belanda.
Akhirnya Raja dan Patih Buleleng bersatu dengan kerajaan lain seperti
Karangasem, Klungkung, Mengwi, dan Bandung sepakat untuk menyerang pos-pos
Belanda yang dipimpin Gusti Ktut Jelantik. Sehingga pada tahun 1848 belanda
mengirim pasukan 2300 orang. Belanda mengancam dan menuntut raja-raja di Bali.
Namun, tuntutan itu tidak dihiraukan oleh raja dan rakyat Bali. Sehingga pada
tahun 1849, pihak Belanda kembali mengirim pasukan yang lebih banyak, sekitar
5000 serdadu ke Bali. Selanjutnya, berkobarlah pertempuran sengit yang dikenal
sebagai Perang Jagaraga (Perang Puputan) atau perang hingga seluruh pasukan
Bali gugur. Benteng Jagaraga akhirnya dapat diduduki Belanda. Maka pada tahun
1849 semua kerajaan di Bali sudah berada di bawah kekuasaan Belanda.
5. Perang
Banjar (1859-1863).
Pada
tahun 1859 terjadi Perang Banjar. Perang itu timbul, karena :
a. Dhaerah
kekuasaan Belanda di Kalimantan Selatan semakin diperluas, dan dhaerah kerajaan
makin dipersempit oleh Belanda.
b. Rakyat hidup
menderita karena beban pajak dan kewajiban kerja paksa.
c. Pemerintah
Belanda melakukan intervensi dalam urusan Kerajaan banjar.
Pada
tahun 1857 terjadi konflik internal dalam pergantian raja. Belanda menunjuk
Pangeran Tamjidillah sebagai sultan, yang tidak dikehendaki rakyat. Penangkapan
Pangeran Prabu Anom dan pengambilalihan Kesultanan banjar oleh Belanda pada
tahun 1859, yang menimbulkan kekecewaan mendalam bagi kaum bangsawan dan
rakyat, sehingga muncullah Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat memimpin
perlawanan.
Pada bulan April tahun 1859, pasukan Banjar menyerang
pos-pos Belanda, seperti di Martapura, sekitar sungai Barito, dan di Tabanio.
Bahkan pasukan Pangeran Hidayat yang dipimpin Tumenggung Surapati berhasil
membakar dan menenggelamkan kapal Onrust milik Belanda. Sehingga pada tanggal
11 Juni 1860, Belanda secara resmi menghapus kesultanan Banjar dan Banjar
diperintah oleh seorang penguasa Hindia Belanda.
Pangeran Antasari terus berjuang memimpin perlawanan, walaupun Kyai
Damang Leman menyerah dan Pangeran Hidayatullah tertangkap dan dibuang ke
Cianjur. Bahkan ia diangkat oleh rakyat menjadi pemimpin tertinggi agama dengan
gelar Panembahan Amirudin Khalifatul Mukminin pada tanggal 14 maret 1862. Ia
dibantu para pemimpin yang lalin, seperti Pangeran Miradipa, Tumenggung
Surapati dan Gusti Umah untuk memutuskan pertahanan di Hulu Taweh. Perlawanan
Antasari berakhir sampai ia meninggal pada 11 oktober 1862, yang kemudian
perlawanannya dilanjutkan putranya, yaitu pangeran Muhamad Seman.
6. Perlawanan
Rakyat Aceh (1873-1912).
Pertempuran ini dilatar belakangi karena :
ü Aceh merupakan pusat perdagangan, sehingga Aceh banyak
menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oeh karena itu Belanda
berambisi untuk mendudukinya.
ü Aceh semakin terancam dengan adanya Traktat Sumatera,
yang berisi pemberian kebebasan bagi Belanda untuk memperluas daerah kekuasaan
di Sumatera, termasuk Aceh.
ü Aceh berusaha untuk memperkuat diri dengan mengadakan
hubungan dengan Turki, Konsul Italia, dan Konsul Amerika Serikat di Singapura.
ü Belanda khawatir, pada 26 Maret 1873 memaklumkan perang
kepada Aceh.
ü Strategi Belanda untuk mengalahkan Aceh:
1. Menghancurkan seluruh ulama dan pemimpin dari pusat
kegiatan.
2. Membentuk pasukan gerak cepat.
3. Semua pemimpin dan ulama yang tertangkap harus
menandatangani perjanjian.
4. Setelah melakuan operasi militer, Belanda mengikuti
kegiatan perdamaian rehabilitasi (pasifkasi).
5. Bersikap lunak terhadap para bangsawan.
Pada 8 April 1873, Belanda menguasai masjid Raya Aceh,
banyak mengundang para tokoh dan rakyat untuk bergabung berjuang melawan
Belanda, diantaranya Imam lueng Bata, Cut Banta, Tengku Cik Ditiro, Teuku Umar,
dan istrinya Cut Nyak Dien. Pada tahun 1874, Belanda berhasil menduduki istana
kesultanan. Karena wilayah Aceh sangat kuat dalam militernya, maka Belanda
malakukan politik Devide Et Impera (memecah belah dan menguasai). Pada bulan
Agustus 1893, Teuku Umar menyatakan tunduk kepada Belanda tanpa sebab, tetapi
ia keluar dari Belanda pada 30 Maret 1896, dikarenakan keluarganya. Militer
Aceh berencana melakukan penyerbuan Terhadap Belanda, namun kekuatan militer
Aceh masih belum cukup kuat untuk melawan, sehingga Teuku Umar, dan Panglima
Polim terpaksa mundur dari peperangan.
Pada 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur karena terkena
peluru ketika ia bersama pasukannya bersiap untuk pengepungan di Meulaboh,
sehingga perjuangannya dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien, dan mereka terus
melakukan gerilya. Akhirnya Cut Nyak Dien berhasil ditangkap dan dibuang ke
Sumedang, serta meninggal pada 6 November 1905.
Panglima Polim dan Sultan Daudsah dipaksa menyerah ketika
Belanda bertingkah licik dengan menculik anggota-anggota keluarganya.
Pada 1904, Sultan Aceh dipaksa untuk menandatangani
plakat pendek yang isinya:
1. Aceh mengakui kedaulatan Belanda atas daerahnya.
2. Aceh tidak diperbolehkan berhubungan dengan bangsa
lain selain Belanda.
3. Aceh menaati perintah dan peraturan Belanda.
Dengan
adanya plakat tersebut, maka Belanda semakin mudah menguasai seluruh wilayah
Aceh.
7. Perlawanan
Si Singamangaraja XII.
Pada
tahun 1870, Patuan Bosar Ompu Pulo Batu raja kerajaan Bakkara (Daerah Tapanuli)
atau Si Singamangaraja XII sangat berpengaruh dan dihormati rakyatnya di tanah
Batak yang sangat anti penjajahan. Sehingga Belanda ingin menguasai tanah Batak
tersebut. Tetapi Si Singamangaraja XII bergerak memimpin perlawanan. Yang
dilatar belakangi :
a. Si
Singamangaraja XII menentang tindakan Belanda yang menyebarkan agama Kristen di
Tapanuli dengan cara paksa.
b. Pada tahun
1878 Belanda menduduki dhaerah Silindung dengan alasan melindungi para zending
(lembaga penyebar agama Kristen) di tanah Tapanuli.
Sejak
tahun 1861 para zending telah menyebarkan agama Kristen di tanah Tapanuli. Yang
awalnya tidak menimbulakan masalah. Tetapi, ketika Si Singamangaraja XII tampil
sebagai raja, para zending nampak diperalat oleh Belanda. Hal itu membuat Si
Singamangaraja XII tidak senang dengan berkembangnya pengaruh Belanda di Tapanuli.
sehingga terjadilah pertempuran rakyat Batak melawan Belanda yang dipimpin Si
Singamangaraja XII. Dan Belanda melakukan pengepungan di daerah Pakpak.
Pada
tahun 1904 pasukan Belanda pimpinan Van Daalen dari Aceh Tengah berhasil
mendesak pertahanan Si Singamangaraja XII. Pada tahun 1907, pasukan Marsose
dipimpin oleh kapten Hans Christoffel berhasil menangkap Boru Sagala, istri Si
Singamangaraja XII dan para pengikutnya menyelamatkan diri ke hutan Simsim.
Akhirnya, dalam pertempuran tanggal 17 Juni 1907, Si Singamangaraja XII gugur
beserta seorang putri dan dua orang putranya.
0 Response to "Kliping Perlawanan Rakyat Indonesia Kepada Penjajah Singkat Lengkap"
Post a Comment