Pencak Silat
Bermula dari kebutuhan untuk bertahan hidup dan
mempertahankan diri, pencak silat kini sohor ke segala penjuru dunia sebagai
beladiri Indonesia.
PENCAK Silat adalah Indonesia. Satu dari sekian produk
budaya bangsa yang tergolong seni beladiri itu berakar dari masa ketika
Nusantara masih dipenuhi kerajaan yang silih berganti berjaya dan tumbang.
Tak heran bila di setiap ajang olahraga yang
mengikutsertakan pencak silat, Indonesia kerap mendominasi. Terakhir, di Asian
Games 2018 Jakarta-Palembang, kontingen tuan rumah meraup 14 dari 16 emas yang
diperebutkan.
Beragam pentas olahraga itu menjadi agen yang
meningkatkan popularitas silat. Namun, belakangan silat kian mendunia lewat
perfilman. Aktor-aktor laga bekas atlet silat macam Iko Uwais, Yayan Ruhian,
atau Cecep Arif Rahman berperan penting mempromosikan silat lewat film Merantau
(2009), The Raid (2012), Man of Tai Chi (2013), The Raid 2 (2014), Star Wars:
The Force Awakens (2015), hingga Wiro Sableng dan Mile 22 yang rilis tahun ini.
Bahkan, Hollywood kini ikut menggarap film-film yang memuat beladiri khas Nusantara
itu.
Adegan pencak silat dalam film The Raid 2.
“Tentu saja film-film itu membuka mata dan pikiran
masyarakat Indonesia dan dunia tentang pencak silat. Ditambah keberhasilan
Indonesia mendominasi cabang silat di Asian Games. Keduanya jadi promosi
dahsyat dalam mengambil hati masyarakat Indonesia dan dunia untuk mencintai
pencak silat,” ujar Taufan Prasetya, ketua Forum Pecinta dan Pelestari Silat
Tradisional (FP2STI), kepada Historia.
Buah Peradaban Austronesia
Bicara muasal silat, nyaris mustahil ditelusuri
detailnya. Namun, dari berbagai temuan arkeologi, silat sebagai beladiri sudah
eksis di Nusantara sejak peradaban Austronesia, masa yang menurut arkeolog
Universitas Indonesia Agus Aris Munandar sebagai kebudayaan awal di kawasan
Nusantara (6000 SM-1 M).
“Sumber paling awal dari seni beladiri di masa prasejarah
berkaitan dengan kebutuhan untuk hidup, saat mereka butuh kemahiran berburu
untuk mencari makanan yang tersedia dari alam. Untuk mendapatkan hewan buruan,
mereka harus punya strategi untuk menjerat, menjebak, dan menaklukkan,” tutur
Agus ketika berbicara dalam diskusi bertajuk “Kekayaan Silat Nusantara:
Sejarah, Keragaman dan Posisinya dalam Kebudayaan Nusantara” di Universitas
Mercu Buana, 7 April 2018.
Dari kebutuhan untuk bertahan hidup, orang-orang
Austronesia lalu meningkatkan keterampilannya untuk membela diri. Kemahiran
beladiri mereka terasah oleh berbagai konflik atau peperangan antarkelompok
yang hidup terpisah-pisah. Hal itu diperkuat dengan temuan Batu Gajah dari
zaman megalitikum di Pasemah, Sumatera Selatan.
Situs Batu Gajah Pasemah di Pagaralam, Sumatra Selatan.
(Repro Forgotten Kingdoms in Sumatera).
“Kita menyebutnya Pasemah Warrior. Di reliefnya
digambarkan seseorang sedang menaiki gajah memakai topi atau helm, membawa
nekara dan bawa banyak senjata. Dia orang Austronesia, nenek moyang kita. Dari
reliefnya tadi, berarti mereka sudah punya keahlian beladiri. Ditambah lagi di
nekaranya juga ada ukiran yang menggambarkan orang-orang yang sedang membawa
perisai. Tapi ya dulu belum ada nama beladirinya, belum disebut silat,” lanjut
Agus.
Perjalanan waktu memperkaya kemampuan beladiri orang
Austronesia dengan masuknya pengaruh asing, terutama dari India dan Cina.
Seiring dengannya, kerajaan bermunculan di Nusantara dengan pengaruh utama dari
peradaban India.
“Pada masa ini secara hipotetik semakin jelas bahwa
orang-orang itu mengerti beladiri. Karena tentu mereka harus punya militer yang
kuat yang berasal dari kemahiran beladiri untuk menaklukkan Nusantara, bahkan
sampai ke Asia Tenggara,” imbuh Agus.
Sementara, menurut Oong Maryono dalam Pencak Silat
Merentang Waktu, silat sebagai beladiri sudah eksis dan berkembang di abad VII.
Ia berkembang hingga ke wilayah kerajaan-kerajaan lain di Semenanjung Malaya
atau Kepulauan Filipina lewat perluasan kekuasaan Kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit. Sumber lain, Kebudayaan Sunda: Suatu Pendekatan Sejarah karya Edi
Suhardi Ekadjati, menyebutkan benang sejarah silat bisa ditarik lebih jauh di
tatar Sunda, tepatnya di Kerajaan Salakanagara pada abad II Masehi.
Namun, kebanyakan literatur mengenai muasal silat berhulu
pada tradisi lisan sehingga diperlukan penelusuran lebih jauh. Yang pasti, tiap
wilayah lantas memunculkan silat dengan ciri khas masing-masing. Di Sumatra,
selain silat Melayu yang berasal dari Riau, yang tersohor adalah beragam silat
Minang yang ketika dipertontonkan, diiringi musik. Silek Minang mirip silat di
Tatar Sunda, yang juga diiringi musik, seperti Silat Kendang Balik. Sementara,
silat khas Jawa gerakan-gerakannya cenderung lebih halus.
Suatu peragaan pencak silat Melayu di Medan, 1948.
(Nationaal Archief)
Di ibukota, silat Betawi yang kental dengan pukulan
sehingga populer dengan nama “Maen Pukulan”, kerap memukau orang sejak masa
kolonial lewat pendekar-pendekarnya macam Zaelani dari Perguruan Mustika
Kwitang. Dalam sebuah pertarungan melawan Mpek Tan Kiam, pedagang tembakau yang
ahli Kuntao, akibat sebuah perselisihan, Zaelani berhasil menang meski dengan
susah payah.
“Setiap wilayah pasti punya beladiri khas masing-masing.
Bisa kita lihat dari tarian-tarian perang di timur Indonesia, baik di Maluku
dan Papua. Tapi apakah ini masuk dalam kategori pencak silat? Hal ini
tergantung pada definisi pencak silat itu sendiri. IPSI (Ikatan Pencak Silat
Indonesia) mendefinisikan pencak silat punya empat aspek: olahraga, beladiri,
seni budaya, dan mental spiritual. Kalau tarian perang Papua punya empat aspek
itu, bisa kita sebut sebagai pencak silat juga,” sambung Taufan. “Namun memang
belum ada riset dari kami untuk menginventarisir silat yang asli Maluku, Nusa
Tenggara sampai Papua.”
Yang pasti, relasi antarsuku-bangsa berperan penting
menyebarkan silat ke berbagai tempat. Contoh paling konkrit, silat Kali
Majapahit. Beladiri warisan Majapahit itu kini justru lestari di Filipina.
Silat dalam Perjalanan Sejarah Bangsa
Terlepas dari sulitnya menentukan bagaimana proses
kelahiran silat dan silat apa yang tertua, Persaudaraan Setia Hati yang berdiri
pada 1903 diakui berbagai pihak sebagai perguruan pencak silat pertama.
Sementara, organisasi yang memayungi beragam jenis silat pertama adalah
Perhimpunan Pencak Silat Indonesia (PPSI), lahir pada 1922.
“Ada lagi GAPEMA (Gabungan Pencak Mataram) pada 1943.
Namun perkembangan silat di masa Hindia Belanda sangat terbatas karena dilarang
pemerintah kolonial. Silat hanya diajarkan di berbagai perguruan secara
sembunyi-sembunyi dengan hanya menonjolkan aspek seni budayanya saja,” ujar
Taufan.
Di zaman Jepang (1942-1945), perkembangan silat sedikit
lebih baik kendati harus bersaing dengan beladiri khas Jepang macam Sumo,
Karate, dan Jiu-Jitsu yang mulai masuk. Di masa revolusi fisik, kebanyakan
anggota laskar memiliki “pegangan” berupa silat. Di masa revolusi itu pula
Gabungan Pentjak Silat Seluruh Indonesia (GAPENSI) berdiri pada 1947 dan
berganti nama menjadi IPSI setahun kemudian.
Peragaan pencak silat Minangkabau. (Troepenmuseum).
Silat kemudian dijadikan cabang olahraga dan
didemonstrasikan di PON I. “Dua tahun kemudian, seluruh insan pencak silat
Indonesia diundang oleh Presiden Soekarno untuk melakukan atraksi di Istana
Negara,” tulis GJ Nawi dalam Maen Pukulan Pencak Silat Khas Betawi.
Seiring makin dikenalnya silat oleh masyarakat
mancanegara yang dipromosikan Ketua IPSI Mayjen TNI (Purn) Eddie M. Nalapraya,
maka didirikanlah Persekutuan Pencak Silat Antarbangsa (PERSILAT) untuk
menaungi pencak silat dunia. Eddie didapuk jadi ketua presidiumnya yang
membawahi 69 anggota.
Jumlah itu jelas kalah jauh dari yang ada di Indonesia di
mana perkembangan perguruan silat melesat. Menurut FTPSI, setidaknya ada 3000
perguruan silat yang masih eksis di Indonesia. Namun, hanya 850 perguruan
bernaung di bawah IPSI. “Kalau dari bukunya pak Oong Maryono, disebutkan ada
600 aliran pencak silat. Asumsinya satu aliran saja bisa membentuk sampai lima
perguruan. Maka paling tidak saat ini ada 3000 perguruan di Indonesia,” sebut
Taufan.
Berangkat dari keprihatinan akan eksistensi silat
tradisional yang tak tergabung IPSI, “ditambah pandangan miring sebagian besar
masyarakat pada para pesilat, khususnya silat tradisional,” ujar Taufan, maka
dia bersama sejumlah rekannya mendirikan FP2STI pada 2006. “Kami punya tujuan
untuk mempromosikan dan mengedukasi masyarakat terhadap silat tradisional
sebagai warisan budaya adiluhung bangsa.”
0 Response to "Pencak Silat Singkat Lengkap"
Post a Comment