Sejarah Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Gowa Tallo merupakan salah satu dari kerajaan
Islam di Indonesia yang menjadi simbol kejayaan Islam di Indonesia bagian
timur.
Pada pembahasan kali ini kita akan mengupas tentang
sejarah kerajaan Gowa Tallo, peninggalan kerajaan Gowa Tallo, Sumber sejarah
kerajaan Gowa Tallo, dan asal-usul kerajaan Gowa Tallo serta Silsilah kerajaan
Gowa Tallo.
Selayang Pandang Kerajaan Gowa Tallo
Gowa dan Tallo adalah dua kerajaan yang berdiri di daerah
Sulawesi Selatan. Tahun 1605, raja Gowa yang bernama Daeng Manrabia dan raja
Tallo yang bernama Karaeng Matoaya memeluk agama Islam.
Kemudian keduanya menyatukan wilayah kedua kerajaan
mereka dengan Daeng Manrabia sebagai rajanya. Sementara, Karaeng Matoaya
menjabat sebagai perdana menteri.
Daeng Manrabia mengganti namanya menjadi Sultan Alauddin
dan Karaeng Matoaya mengganti namanya menjadi Sultan Abdullah.
Sebagai penganut Islam, kedua penguasa kerajaan tersebut
dimusuhi oleh himpunan pedagang Belanda di Hindia Timur (Vereenigde Oost
Indische Compagnie = VOC) yang ingin menguasai perdagangan di kawasan tersebut.
Hingga wafatnya pada tahun 1639, Sultan Alauddin tidak
pernah mau menerima kapal-kapal Belanda di pelabuhan-pelabuhan milik
Gowa–Tallo.
Sepeninggal Alauddin, tahta raja diduduki oleh Sultan
Muhammad Said. Seperti halnya ayahnya, Sultan Muhammad Said tidak pernah mau
berdamai dengan Belanda yang menurutnya licik dan suka memaksa.
Tahun 1653, Sultan Muhammad Said digantikan oleh putranya
yang bernama Hasanuddin. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin inilah
perseteruan dengan VOC semakin memuncak.
Kondisi ini diperparah oleh terjadinya pemberontakan
seorang bangsawan Bone yang bernama Aru Palaka pada tahun 1660. VOC yang
membenci Sultan Hasanuddin memberikan bantuan pada Aru Palaka.
Sejarah Kerajaan Gowa Tallo Lengkap
Gambar: Makam Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian yang
mengakui monopoli VOC di wilayah kerajaannya. Isi perjanjian Bongaya adalah
sebagai berikut.
a. VOC memperoleh hak monopoli dagang di Makassar.
b. Belanda mendirikan benteng di pusat Kerajaan Makassar
yang bernama Rotterdam.
c. Makassar melepas Bone dan pulau di luar wilayah
Makassar.
d. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.
Walaupun Sultan Hasanuddin mengalami kekalahan, VOC
mengakui keberaniannya dalam peperangan tersebut. VOC menyebut Sultan
Hasanuddin dengan de Haan Van de Oosten (Ayam Jantan dari Timur).
Sepeninggal Hasanuddin, Gowa–Tallo dipimpin oleh putranya
yang baru berusia 13 tahun, yakni Mappasomba. Dalam sebuah pertempuran, VOC
mengalahkan Mappasomba dan menghapuskan Kerajaan Gowa–Tallo.
Setelah itu, selain memonopoli perdagangan, VOC juga
menjalankan pemerintahan langsung di Gowa dan Tallo.
Sejarah Lengkap Kerajaan Gowa Tallo
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah
satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan.
Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung
selatan dan pesisir barat Sulawesi bagian selatan. Wilayah kerajaan ini
sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya.
Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar
Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan
Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kesultanan Bone yang
dikuasai oleh satu wangsa (dinasti) Suku Bugis dengan rajanya, Arung Palakka.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak
Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone
memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang
pernah dilakukannya pada abad ke-17.
Sejarah Awal
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas,
yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian
menjadi pusat Kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene,
Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun
paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari
para pendahulu di Gowa mengatakan bahwa Tumanurung merupakan pendiri Kerajaan
Gowa pada awal abad ke-14.
Abad ke-16
Tumapa'risi' Kallonna
Memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa
bertahta Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9, bernama Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa
itu salah seorang penjelajah Portugis berkomentar bahwa "daerah yang
disebut Makassar sangatlah kecil". Dengan melakukan perombakan
besar-besaran di kerajaan, Tumapa'risi' Kallonna mengubah daerah Makassar dari
sebuah konfederasi antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan
Gowa.
Dia juga mengatur penyatuan Gowa dan Tallo kemudian
merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan bahwa apa saja yang mencoba
membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan mendapat hukuman Dewata. Sebuah
perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan sebuah sistem
pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk
mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam cerita pendahulu
Gowa, masa pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen bagus dan
penangkapan ikan banyak.
Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa
ini mengalahkan negara tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola
ambisi imperial yang kemudian berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa
setelahnya pada abad ke-16 dan ke-17. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan oleh
Tumapa'risi' Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta Kesultanan Bone,
walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.
Sejarah Kerajaan Gowa Tallo Lengkap
Peta: Wilayah kekuasaan Federasi Kesultanan Gowa-Tallo
pada abad ke-16
Tunipalangga
Tunipalangga dikenang karena sejumlah pencapaiannya,
seperti yang disebutkan dalam Kronik (Cerita para pendahulu) Gowa, diantaranya
adalah:
Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng, Lengkese,
Polombangkeng, Lamuru, Soppeng, berbagai negara kecil di belakang Maros, Wajo,
Suppa, Sawitto, Alitta, Duri, Panaikang, Bulukumba dan negara-negara lain di
selatan, dan wilayah pegunungan di selatan.
Orang pertama kali yang membawa orang-orang Sawitto,
Suppa dan Bacukiki ke Gowa.
Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.
Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani
administrasi internal kerajaan, sehingga Syahbandar leluasa mengurus
perdagangan dengan pihak luar.
Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran
Pertama kali memasang meriam yang diletakkan di
benteng-benteng besar.
Pemerintah pertama ketika orang Makassar mulai membuat
peluru, mencampur emas dengan logam lain, dan membuat batu bata.
Pertama kali membuat dinding batu bata mengelilingi
pemukiman Gowa dan Sombaopu.
Penguasa pertama yang didatangi oleh orang asing (Melayu)
di bawah Anakhoda Bonang untuk meminta tempat tinggal di Makassar.
Yang pertama membuat perisai besar menjadi kecil,
memendekkan gagang tombak (batakang), dan membuat peluru Palembang.
Penguasa pertama yang meminta tenaga lebih banyak dari
rakyatnya.
Penyusun siasat perang yang cerdas, seorang pekerja
keras, seorang narasumber, kaya dan sangat berani.
Abad ke-17
Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis
Speelman, VOC berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi, tetapi
belum berhasil menundukkan Kesultanan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan
Hasanuddin naik tahta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan
kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan VOC (Kompeni).
Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan
pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada
tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perjanjian Bungaya di Bungaya.
Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi.
Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali
pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit.
Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan VOC, hingga akhirnya
Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat milik Kesultanan Gowa yaitu Benteng
Somba Opu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan
diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
Abad ke-20
Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut dalam
perkembangan sejak Raja Gowa ke-1, Tumanurung, hingga mencapai puncak
keemasannya pada abad ke-17, hingga kemudian mengalami masa penjajahan dibawah
kekuasaan Belanda. Dalam pada itu, sistem pemerintahan mengalami transisi pada
masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir
Aidudin, menyatakan Kesultanan Gowa bergabung menjadi bagian Republik Indonesia
yang merdeka dan bersatu, dan berubah bentuk dari kerajaan menjadi Daerah Tingkat
II Kabupaten Gowa. Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat
dalam sejarah sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati Kabupaten Gowa
pertama.
Keadaan Sosial-Budaya
Sebagai negara maritim, maka sebagian besar masyarakat
Gowa adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf
kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah
kemakmuran hidupnya.
Walaupun masyarakat Gowa memiliki kebebasan untuk
berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya
mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma
kehidupan masyarakat diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut
Pangadakkang. Dan masyarakat Gowa sangat percaya dan taat terhadap norma-norma
tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Gowa juga mengenal
pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan
bangsawan dan keluarganya disebut dengan Anakarung atau Karaeng, sedangkan
rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan masyarakat lapisan bawah disebut
dengan golongan Ata.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak
menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka
terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Gowa dikenal
dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan
rakyat Sulawesi Selatan dan terkenal hingga mancanegara.
Para Raja dan Sultan Gowa
Tumanurung (±1300)
Tumassalangga Baraya
Puang Loe Lembang
I Tuniatabanri
Karampang ri Gowa
Tunatangka Lopi (±1400)
Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad
ke-16)
I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga
Ulaweng (1546-1565)
I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo
(1565-1590)
I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri
Gaukanna; Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639, merupakan
penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam
I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan
Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna; Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai
tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653
I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape
Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana; Lahir tanggal 12 Juni 1631,
berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670
I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri
Allu'; Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7
Mei 1681
Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri
Jakattara; Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat
15 Agustus 1681
I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan
Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba
Opu (1709-1711)
I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
I Manrabbia Sultan Najamuddin
I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi;
Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735
I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri
Lanka) (1747-1795)
I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri
Tompobalang (1767-1769)
I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin
Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang
Tuminang ri Katangka (1816-1825)
La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga
(1825-1826)
I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh
Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)
I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris
Tuminanga ri Kalabbiranna (1893 - wafat 18 Mei 1895)
I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan
Husain Tuminang ri Bundu'na; Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai
di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895, ia melakukan perlawanan terhadap
Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh
Hindia Belanda pada 13 April 1906, kemudian meninggal akibat jatuh di Bundukma,
dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906
I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan
Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad
Abdul Kadir Aidudin (1946-1978)[3]
Andi Maddusila Patta Nyonri Karaeng Katangka Sultan
Alauddin II (2011-2014)
I Kumala Andi Idjo Sultan Kumala Idjo Batara Gowa III
Daeng Sila Karaeng Lembang Parang (2014-Sekarang)
0 Response to "Sejarah Kerajaan Gowa Tallo Singkat"
Post a Comment