Kondisi Masyarakat Indonesia Pada Masa Penjajahan





1. Pengaruh Monopoli dalam Perdagangan

Pada awal kedatangannya, bangsa-bangsa barat diterima dengan baik oleh rakyat Indonesia. Hubungan perdagangan tersebut kemudian berubah menjadi hubungan penguasaan atau penjajahan. VOC terus berusaha memperoleh kekuasaan yang lebih dari sekedar jual beli. Itulah yang memicu kekecewaan, kebencian, dan perlawanan fisik.

Pada awalnya VOC meminta keistimewaan hak-hak dagang. Akan tetapi, dalam perkembangannya menjadi penguasaan pasar  (monopoli). VOC menekan para Raja untuk memberikan kebijakan perdagangan hanya dengan VOC. Akhirnya, VOC bukan hanya menguasai daerah perdagangan, tetapi juga menguasai politik atau pemerintahan.

Bagi pelaku perusahaan, monopoli sangat menguntungkan karena mereka dapat menentukan harga beli dan harga jual. Sebagai contoh, Pada saat melakukan monopoli rempah-rempah di Indonesia, VOC membuat perjanjian dengan kerajaan-kerajaan  di Indonesia . Isinya, Setiap kerajaan hanya mengizinkan rakyat menjual hasil bumi kepada VOC. Karena produsen sudah dikuasai oleh VOC, maka pada saat rempah-rempah dijual, harganya sangat turun. Sebaliknya, VOC menjualnya kembali ke Eropa dengan harga yang sangat tinggi.

Semua hal tersebut terjadi karena keterpaksaan. Belanda memaksa kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk menandatangani kontrak monopoli dengan berbagai cara. Salah satu caranya adalah politik adu domba atau dikenal dengan  " devide et impera ".

Belanda berharap akan terjadi permusuhan antarbangsa Indonesia, sehingga terjadi perang antarkerajaan. Belanda juga terlibat dalam konflik internal yang terjadi di kerajaan. Pada saat terjadi perang antarkerajaan, Belanda mendukung salah satu kerajaan yang berperang. Demikian halnya saat terjadi konflik didalam kerajaan, Belanda akan mendukung salah satu pihak. Setelah pihak yang didukung belanda itu menang, Belanda akan meminta balas jasa.

Seusai perang, Belanda biasanya meminta imbalan berupa monopoli perdagangan atau penguasaan atas beberapa lahan atau daerah. Akibat monopoli, Rakyat Indonesia  sangat menderita. Mengapa demikian? Dengan adanya monopoli, rakyat tidak memiliki kebebasan menjual hasil bumi mereka. Mereka terpaksa menjual hasil bumi hanya kepada VOC. VOC dengan kekuasaannya membeli hasil bumi rakyat dengan harga yang sangat rendah. Padahal apabila rakyat  menjual kepada pedagang lain, harganya bisa jauh lebih tinggi.

Untuk meluaskan kekuasaan, VOC mempersiapkan penguasaan dengan cara perang ( Militer ). Beberapa Gubernur Jenderal, seperti Antonio van Diemon ( 1635-1645 ), Johan Maatsuyeker ( 1653-1678 ), Rijklof van Goens ( 1678-1681 ), Cornelis Janzoon Speelman ( 1681-1684 ), Merupakan tokoh-tokoh peletak dasar politik ekspansi VOC.

VOC mengalami kebangkrutan pada akhir abad XVIII. Korupsi dan manajemen perusahaan yang kurang baik menjadi penyebab utama kebangkrutan VOC. Akhirnya, tanggal 13 Desember 1799, VOC dibubarkan. Mulai tanggal 1 Januari 1800, Indonesia menjadi jajahan Pemerintah Belanda, Atau sering disebut dengan Masa Pemerintahan Hindia Belanda. Mulai periode inilah belanda secara resmi menjalankan pemerintahan kolonial dalam arti yang sebenarnya.


2. Pengaruh Kebijakan Kerja Paksa.

Rakyat Indonesia bekerja tanpa fasilitas yang memadai. Meraka tidak memperoleh penghasilan yang layak, tidak diperhatikan asupan makannya, dan melakukan pekerjaan diluar batas-batas kemanusiaaan. Bagaimana kerja pakasa yang terjadi pada masa pemerintahan Hindia Belanda? 

Gubernur Jenderal Deandels, yang memerintah tahun 1808-1811, mengeluarkan berbagai kebijakan seperti pembangunan militer, jalan raya, perbaikan pemerintahan, dan perbaikan ekonomi. Salah satu kebijakan yang terkenal dan buktinya dapat disaksikan hingga masa sekarang adalah pembangunan jalan Anyer-Panarukan ( Jalan Raya Pos ). Jalan raya pos sangat penting bagi pemerintah kolonial. jalan tersebut dibangun dengan tujuan utama untuk kepentingan militer pemerintah kolonial. Dalam perkembangannya, jalan tersebutmenjadi sarana transportasi pemerintahan dan mengangkut berbagai hasil bumi. Pembangunan jalan tersebut merupakan kebijakan pemerintah Republik Bataaf di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Herman Willem Deandels. Mereka memandang penting pembangunan jalur Anyer-Panarukan. Selain untuk kepentingan pertahanan dan militer, jalan tersebut merupakan penghubung kota-kota penting di pulau jawa yang merupakan penghasil tanaman ekspor. Dengan dibangunnya jalur tersebut, proses distribusi barang dan jasa untuk kepentingan kolonial semakin cepat dan efisien.

Pembangunan jalur Anyer-Panarukan sebagian besar dilakukan oleh tenaga manusia. Puluhan ribu penduduk  dikerahkan untuk membangun jalan tersebut. Rakyat Indonesia dipaksa belanda untuk membangun jalan. Mereka tidak digaji dan tidak menerima makanan yang layak. Akibatnya, ribuan penduduk meninggal baik karena kelaparan maupun penyakit yang diderita. Pengerahan penduduk untuk mengerjakan berbagai proyek Belanda  inilah yang disebut kerja rodi atau kerja paksa.

3. Pengaruh Sistem Sewa Tanah

Kebun Raya Bogor merupakan salah satu pusat pengetahuan yang menyimpan berbagai jenis tanaman. Tahukan kalian bahwa kebun raya tersebut sudah dibangun sejak abad XIX? Kebun raya bogor merupakan salah satu bukti pengaruh kekuasaan Inggris di Indonesia. Bagaimana Inggris dapat menguasai Indonesia?

Pada masa tersebut meletus perang di Eropa antara Prancis dan Belanda . Willem V dari negeri Belanda berhasil lolos dari serangan Prancis dan melarikan diri ke Inggris. Willem V kemudian mengeluarkan  maklumat yang memerintahkan para pejabat jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris. Maklumat ini dimaksudkan agar jajahan Belanda tidak jatuh ketangan Prancis.

Saat Inggris menguasai Indonesia, Gubernur Jenderal Lord Minto membagi daerah jajahan HIndia Belanda menjadi empat gubernement, Yakni malaka, Sumatra, Jawa dan Maluku. Lord Minto selanjudnya menyerahkan tanggung jawab kekuasaan atas seluruh wilayah itu kepada Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.

Salah satu kebijakan terkenal pada masa Reffles adalah sistem sewa tanah atau Landrent-sistem atau Landelijk stalsel. Sistem  tersebut memiliki ketentuan , antar lain sebagai berikut.
§  Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemiliki tanah tersebut
§  Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.
§  Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.
§  Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.

Pelaksanaan sistem sewa tanah tersebut dianggap memiliki banyak kelemahan sehingga gagal diterapkan di Indonesia. Beberapa penyebab kegagalan pelaksanaan sistem sewa tanah tersebut antara lain :
§  Sulit menentukan besar kecil pajak bagi pemilik tanah karena tidak semua rakyat memilik tanah yang sama.
§  Sulit menentukan luas dan tingkat kesuburan tanah petani.
§  Keterbatasan jumlah pegawai
§  Masyarakat desa belum mengenal sistem uang.
Sistem sewa tanah diberlakukan terhadap daerah-daerah di pulau jawa, kecuali daerah-daerah Batavia dan Parahyangan. Daerah-daerah Batavia umunya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah Parahyangan merupakan daerah wajib tanaman kopi yang memberikan keuntungan besar kepada pemerintah.

4. Pengaruh Sistem Tanam Paksa

Pada masa penjajahan abad XIX, tanaman tersebut merupakan komuditas utama ekspor Indonesia. Karena itu, Belanda berusaha menaikkan akspor tanaman perkebunan tersebut. Apa lagi ketika awal abad XX Belanda menghadapi perang di Eropa, yang menyebabkan kerugian keuangan yang besar. Selain itu belanda menghadapi berbagai perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah. Salah satu cara Belanda menutupi kerugian itu adalah dengan meningkatkan ekspor. Peningkatan ekspor merupakan pilihan Belanda untuk mempercepat penambahan pundi-pundi keuangan negara.

Pada tahun 1830, Johannes van den Bosch menerapkan sistem tanam paksa ( cultuur stelsel ). Kebijakan ini diberlakukan karena belanda menghadapi kesulitan keuangan akibat perang Jawa atau Perang Diponegoro ( 1825-1830 ) dan perang Belgia ( 1830-1831 ). 

Ketentuan kebijakan tanam paksa yang diberlakukan pemerintah Hindia Belanda sangat memberatkan masyarkat Indonesia. Apalagi, Pelaksanaannya penuh dengan penyelewengan sehingga semakin menambah penderitaan rakyat Indonesia. Banyak ketentuan yang dilanggar atau diselewengkan baik oleh pegawai Balanda ataupun Pribumi. Praktik-praktik penekanan dan pemaksaan terhadap rakyat tersebut antara lain sebagai berikut :
§  Menurut ketentuan, tanah yang digunakan untuk tanaman wajib hanya 1/5 dari tanah yang dimiliki rakyat. Namun kenyataannya, selalu lebih bahkan sampai 1/2 bagian dari tanah yang dimiliki rakyat.
§  Kelebihan hasil panen tanaman wajib tidak pernah dibayarkan
§  Waktu untuk kerja wajib melebihi dari 66 hari, dan tanpa imbalan yang memadai.
§  Tanah yang digunakan untuk tanaman wajib tetap dikenakan pajak.
Penderitaan rakyat Indonesia akibat kebijakan tanam paksa ini dapat dilihat dari jumlah angka kematian rakyat Indonesia yang tinggi akibat kelaparan dan penyakit, kekurangan gizi. Pada tahun 1848-1850, karena paceklik, 9/10 penduduk Grobongan Jawa Tengah Mati kelaparan. Dari jumlah penduduk yang semula 89.000 orang, yang dapat bertahan hanya 9000 orang. Penduduk Demak yang semula berjumlah 336.000 orang hanya tersisa sebanyak 120.000 orang. Data ini belum termasuk data didaerah lain, yang menunjukkan betapa mengerikannya masa penjajahan ada masa itu.

Sistem ini Membuat banyak pihak bersimpati dan mengecam praktik tanam paksa. Kecaman tidak hanya datang dari bangsa Indonesia, tetapi juga  orang-orang Belanda. Mereka menuntut agar Tanam paksa dihapuskan. Kecaman dari berbagai pihak tersebut membuahkan hasil dengan dihapuskannya sistem tanam paksa  pada tahun 1870. Orang-orang Belanda yang menentang adanya Tanam Paksa tersebut diantaranya Baron van Hoevel, E.F.E Douwes Dekker ( Multatuli ) dan L. Vitalis.

Pada tahun 1870, Keluar undang-undang Agraria ( Agrariche Wet ) yang mengatur tentang prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan yang menegaskan bahwa pihak swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk. Tanah-tanah pemerintah dapat disewa oleh pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah penduduk dapat disewa selam 5 tahun, dan ada juga yang disewa selam 30 tahun.

Pada tahun yang sama juga ( 1870 ) keluar undang-undang Gula ( Suiker Wet ), yang berisi larangan mengangkut tebu keluar dari Indonesia. Tebu harus diproses di Indonesia. Pabrik gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap dan diambil alih oleh pihak swasta. Pihak swasta diberi kesempatan yang luas untuk mendirikan pabrik gula.

Melalui UU Gula, Perusahaan-perusahaan swasta Eropa mulai berinvestasi di Hindia Belanda di bidang ekonomi. Sejak UU Agraria dan UU Gula dikeluarkan, puhak swasta semakin banyak memasuki tanah jajahan di Indonesia. Mereka memainkan peran penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan, Tanah jajahan di Indonesia berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan  Industri di Eropa dan tempat penanaman modal asing, tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa, serta penyedia tenaga kerja yang murah.


0 Response to "Kondisi Masyarakat Indonesia Pada Masa Penjajahan"

Post a Comment

Powered by Blogger.